hakikat dan macam-macamnya
hakikat dan macam-macamnya

Hakikat, Pengertian, Macam-Macam dan Contohnya

Posted on
Pengertian Hakikat

Mengutip dari kitab syarah waroqat, hakikat di difinisikan sebagai berikut:

فالحقيقة ما بقي في الاستعمال على موضوعه

            “Hakikat adalah kata yang menggunakan makna asalnya”

 

Ada pula yang mendefinisikan sebagai berikut:

ما استعمل فيما اصطلح عليه من المخاطبة

“Hakikat adalah kata yang menggunaka makna dalam istilah dari mukhatab”

Kedua definisi ini secara subtansi memiliki arti yang sama, walaupun secara redaksi berbeda. Maksudnya hakikat adalah kata yang menggunakan makna asalnya.  Misalnya kata al-Badr, jika kata ini di maknai rembulan maka maknanya masuk hakikat, namun jika kata ini di maknai kekasih yang kecantikannya bagaikan rembulan maka makna ini bukan makna hakikat, tetapi menggunakan makna majaz.

Macam-Macam Hakikat

Hakikat memiliki empat macam, yaitu lughuwi, syar’i, ‘urf khash dan ‘ruf ‘am. Berikut ini penjelasannya:

1. Hakikat Lughawi

Hakikat lughuwi adalah makna suatu kata yang di buat ahl bahasa. Makna hakikat lughuwi ini  adalah makna asal dari sebuah kata, sebelum makna kata tersebut berkembang. Sederhanaya untuk menggambarkan makna lughuwi, mungkin kita  sering menemukan kalimat  “definisi ini secara bahasa”, nah “definisi ini secara bahasa”, inilah makna hakikat lughuwi. Memang sebuah kata itu berkembang terus menerus, namun makna kata yang berkembang itu tidak bisa di sebut makna lughuwi, yang di maksud dari makna lughuwinya tetap makna asli yang pertamaya. Makanya kita juga sering menemukan “kata ini berasal dari bahasa arab”, maka jika kita ingin mengetahui makna lughuwinya maka harus melacak dari kamus arab.

Pos Terkait:  Illat : Pengertian, Syarat Illat dan dan Fungsinya

Untuk contohnya dalam al-Quran, misalnya kata rabbukum dalam ayat di bawah ini:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“Wahai manusia, sembahlah Tuhan kalian yang menciptakan kalian dan orang-orang sebelum kalian, agar kaian bertakwa” (QS. Al-Baqarah, 2: 21)

Kata rab makna lughuwinya adalah sifat Allah yang berkaitan dengan kepengasuhan. Kemudian makna rab berkembang menjadi bermakna “memiliki”, “memperbaiki”, “mendidik”, dan  “Tuhan”.

2. Hakikat Syar’iyah

Hakikat syar’iyah adalah makna suatu kata yang di buat oleh syari’, yaitu Allah SWT. dan Rasulullah SAW. dalam bahasa lainnya hakikat syar’iyah ini adalah makna yang di kehendaki Allah dan Rasulullah Saw. Msalnya kata al-Shalat dalam ayat di bawah ini:

الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ

“Yaitu orang-orang yang beriman kepada yang ghaib, melaksanaka shalat dan menginfakkan sebagain rizqinya” (QS. Al-Baqarah, 2: 3)

Kata al-Shalat dalam ayat di atas di maknai secara hakikat syar’iyahnya, yaitu perkataan-perkataan dan perbuatan-perbuatan yang di awali dengan takbir dan di akhiri dengan salam. Sedangkan makna lughuwinya al-Shalat adalah doa. Makna-makna syar’iyah ini banyak kita temukan dalam kitab-kitab fiqh, misalnya kata al-Shaum, makna syara’nya adalah menjaga diri hal-hal yang membatalkan puasa sedangkan makna lughuwinya adalah menjaga, misalnya lagi kata al-Zakat, makna syara’nya adalam mengeluarkan harta tertentu dengan cara tertentu dan di berikan kepada golongan-golongan tertentu.

Pos Terkait:  Takhsis, Pengertian, Macam-Macam, dan Contohnya
3. Hakikat Urf Khas

Hakikat ‘urf khas adalah makna yang di buat oleh kalangan tertentu, seperti Ahl nahw, fuqaha’, muhadditsin dan kalangan lainya. Dalam perkemabangannya pada era kontemporer ini, makna ini di susun dan di rumuskan oleh pakar-pakar keilmuan atau lembaga negara. Pakar keilmuan dan lembaga kenegaraan merumuskan makna suatu kata yang di definisikannya sesuai persepektif mereka. Maka dari suatu kata harus di maknai sesuai dengan konteks pembicaranya. Misalnya kata al-Sunnah, dalam kalangan muhadditsin bermkna sabda, perbuatan atau taqrir rasulullah saw. Sedangkan dalam kalangan fuqaha’  kata al-Sunnah bermakna sesuatu yang bila di kerjakan mendapatkan pahala dan bila di tinggalkan tidak mendapatkan siksa. Sedangkan contoh dalam al-Quran yaitu seperti kata al-Shiyam dalam ayat di bawah ini:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ

“Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al-baqarah, 2: 183)

Kata al-Siyam dalam kalang tasawuf (sufi) bermakna 1) puasa orang awam, yaitu menjaga dari hal-hal yang membatalkan puasa; 2) puasa seseorang khas, yaitu menjaga diri selain hal-hal yang membatalkan puasa juga menjaga diri maksiat kepada Allah Swt. 3) puasa khuwasu al-Khash, yaitu selain menjaga diri dari hal-hal yang membatalkan puasa dan maksiat, juga menjaga diri dari agar hatinya selalu ingat kepada Allah dan tidak lupa dari Allah Swt.

Pos Terkait:  ‘Am : Pengertian, Lafadz-Lafadz 'Am dan Contohnya
4. Hakikat ‘Urf  ‘Am

Hakikat ‘urf ‘am adalah makna suatu kata yang di buat atau berkembang dalam masyarakat. Makna ini berkembang dalam masyarakat alamiah tanpa melalui proses akademik, diskusi, atau rembukan dari masyarakat. Makna ini berkembang secara natural dan menjadi kebiasaan masyarakat dalam memaknai suatu kata tersebut dalam kesehariannya. Walau demikian, tetapi makna ini tetap membawa makna lughuwinya.

Contoh kata ghaith  dalam ayat al-Quran di bawah ini:

وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ مِنْهُ

“Dan jika kalian sakit atau dalam perjalanan atau salah satu dari kalian kembali dari tempat buang air besar atau berhubungan badan dengan perempuan, lalu kamu tidak mendapatkan (tidak ada) air, maka bertayamumlah dengan debu yang baik (bersih); lalu usaplah wajah kalian dan kedua tangan kalian  dengan debu itu”. (Qs. Al Maidah: 6)

Kata ghaith dalam ayat di atas memakai makna hakikat ‘uruf ‘am, yaitu  buang air besar, bukan memakai makna lughuwinya, yaitu  jurang yang di buat tempat buang air besar atau Spiteng.

Demikian penjelasan tentang hakikat, semoga bermanfaat. amin…

Terimakasih.

Baca juga:  Buku Studi Al-Quran – Web Book

Link jurnal