Nilai-Nilai Kandungan Al-Quran
Nilai-Nilai Kandungan Al-Quran

Prinsip-Prinsip Metodologi Tafsir Kontekstual

Posted on
A. Pengakuan Atas Kompleksitas Makna

Ada beberapa prinsip yang ditegaskan Saeed dalam cakupan makna ini:

Pertama, pengakuan akan ketidak pastian dan kompleksitas makna. Sebagaimana dinyatakan di depan, kaum tekstualis meyakini adanya rujukan makna yang rigid. Gagasan ini menemui masalah ketika dihadapkan pada fakta bahwa kenyataannya (1) makna sebuah kata tidak selalu mudah dicari rujukannya (2) makna bukanlah obyek konkret, sebaliknya makna merupakan entitas mental (3) makna berubah mengikuti perkembangan linguistik dan budaya komunitas.

Kedua, mempertimbangkan ayat-ayat etika-hukum sebagai diskursus bahasa yang lahir dalam konteks tertentu. Menurut Saeed, kaum tekstualis telah memperlakukan Alquran hanya sebagai bahasa, tidak sebagai diskursus. Beberapa bukti bisa dilihat dari model penafsiran yang dilakukan mufassir klasik. Penafsiran klasik sangat berfokus pada pemaknaan kata-perkata dan gramatikal. Memang, geliat ke arah sana sudah tampak dalam penyuguhan asbab an-nuzul, tapi masih belum mengena.

Ketiga, pengakuan akan adanya hal-hal yang membatasi makna teks. Saeed menegaskan, meskipun dia berpandangan bahkan telah membangun argumen akan kemustahilan obyektivitas total dalam penafsiran, tidak berarti dia mengimani subyektivitas dan relativitas total. Menolak obyektivitas total bukan berarti penafsiran menjadi arena bebas bagi subyektivitas dan relativitas, dalam artian penafsir bisa mendekati teks sesuka dan sekehendanya. Menurut Saeed, penafsiran bagaimanapun memiliki aturan yang melahirkan batasan-batasan dalam menentukan makna. Hal-hal tersebut adalah (1) Nabi (2) konteks di mana teks lahir (3) peran penafsir (4) hakikat teks itu sendiri (5) konteks budaya. Makna sebuah teks adalah buah ketegangan dari aspek-aspek ini.

Pos Terkait:  Majaz: Pengertian, Macam-Macam dan Contohnya

Keempat, makna literal sebagai titik berangkat interpretasi. Saeed sama sekali tidak meninggalkan penelusuran makna literal teks. Tahap ini memberikan beberapa manfaat, (1) menghindari lompatan makna seperti yang lazimnya terjadi dalam penafsiran imajinatif. Bentuk lompatan itu bisa jadi bersifat alegoris atau mistis, bahkan teologis dan religio-politis, dan (2) membantu membangun doktrin-doktrin dan sistem-sistem teologis di atas basis yang lebih kuat, melalui penelusuran terhadap makna sebuah kata dipahami oleh penerima pertama Alquran.

B. Mempertimbang Konteks Abad Ke Tujuh

Konteks, menurut Saeed merupakan elemen yang penting, kalau tidak paling penting, dalam penafsiran Alquran. Secara internal, konteks menjadi basis untuk memahami hubungan antara instruksi ayat-ayat etika-hukum dan alasan-alasan memperkenalkan perintah-perintah tersebut pada masyarakat Hijaz abad ke-7. Namun sayangnya, menurut Saeed, perhatian akan konteks ini dipinggirkan baik dalam tradisi tafsir maupun hukum, akibatnya konteks sosio-historis kurang memiliki peran yang signifikan dalam menafsirkan Alquran, terutama pasca pemapanan hukum Islam pada abad ke-3 H.

Pada masa klasik, perhatian akan hal ini ditunjukkan dengan penelusuran asbab an-nuzul. Namun demikian, asbab an-nuzul tidak dimanfaatkan dalam kerangka untuk menunjukkan adanya keterkaitan antara Alquran  dan konteks sosio-historis. Dalam tradisi tafsir, asbab an-nuzul hanya digunakan untuk mencari rujukan peristiwa ketika sebuah ayat diturunkan mencakup waktu, tempat dan orang yang dirujuk oleh ayat tersebut. Dalam tradisi fikih, di samping untuk tujuan yang sama, asbab an-nuzul juga digunakan untuk menentukan kronologis ayat-ayat yang terkait dalam satu tema. Prinsipnya, pemahaman terhadap asbab an-nuzul belum sampai kepada wilayah untuk melihat Alquran dalam konteks yang lebih luas. Selain itu, asbab an-nuzul juga memiliki masalah internal terkait dengan kontradiksi antar riwayat atau hanya sekedar perkiraan sejarah.

Pos Terkait:  Sejarah Kodifikasi Al-Quran Pada Masa Abu Bakar, Umar, dan Utsman

Ada dua prinsip dalam kaitannya dengan perhatian terhadap konteks ini. Pertama, penelusuran konteks sosio-historis. Pengetahuan akan konteks sosio-historis pra-Islam dan periode Islam sangat penting dalam penafsiran Alquran. Menurut Saeed, ia meliputi:

“Kehidupan Nabi secara mendetail baik di Makkah maupun Madinah; iklim spiritual, sosial, ekonomi, politik, dan hukum; norma, hukum, kebiasaan, tatakrama, adat kebiasaan dan nilai-nilai yang berlaku di wilayah tersebut, khususnya di Hijaz; tempat tinggal, pakaian, makanan; relasi sosial, termasuk di dalamnya, struktur keluarga, hirarki sosial, larangan dan upacara-upacar”

Saeed juga menganjurkan untuk melihat Hijaz dalam konteks yang lebih luas: konteks budaya yang membentang di wilayah Mediterania, mulai dari Yahudi, Kristen, Arab Selatan, Etiopia hingga Mesir. Kehidupan sosio-kultural Hijaz pada waktu itu sangat beragam dengan pengaruh dari wilayah-wilayah tersebut. Perhatian dan pengetahuan akan hal ini, menurut Saeed, sangat membantu mencari relasi antara Alquran dan lingkungan tempat ia diwahyukan.

B. Mengidentifikasi  Nilai-Nilai Hirarki Al-Quran

Abdullah Saeed membagi teks Alquran dengan dua macam: Pertama Teks universal. Abdullah Saeed menyebutnya dengan kata ashl ia adalah hal-hal pondasi agama yang bersifat tetap ( Tsawabit ) tidak berubah dalam konteks spesifik apapun hal-hal seperti ini jumlah relatif sedikit. Dengan menggunakan hirarki nilai-nilai Abdullah saeed menjelaskan ashl  adalah nilai-nilai yang wajib -keyakinan-keyakinan fundamental, praktek-praktek ibadah fundamental dan hal-hal yang jelas halal dan haramnya-, nilai-nilai fundamental, nilai-nilai perlindungan dan nilai-nilai instruksional yang sering, yang menonjol dan relevan. (Baca buku : Reading The Quran  bab 6 ).

Pos Terkait:  Takhsis, Pengertian, Macam-Macam, dan Contohnya

Kedua Teks non-universal. Ia  ialah hal-hal yang  dapat berubah dalam konteks tertentu karena ia bukan merupakan hal-hal  yang bersifat prinsip dalam agama dalam hirarki nilai-nilai Abdullah Saeed menyebutnya sebagai nilai-nilai implementasi dan nilai-nilai instruksional yang tidak sering, yang tidak menonjol dan tidak relevan.

Baca Juga: Jurnal Kerangka Kerja Metode Hermeneutika Kontekstual Abdullah Saeed

Penulis: Abd. Muqit