Pandangan Ulama’ Tentang Ayat Nasikh Mansukh
Imam al-Suyuthi menyatakan bahwa sebagian ulama (menurutnya qâla ba‘duhum) surat-surat Al-Qur’an menurut nâsikh–mansûk terbagi kepada empat kelompok.
Pertama, kelompok yang tidak terdapat di dalamnya nâsikh–mansûkh, jumlahnya 43 surat: al-Fâtihah, Yûsuf, Yâsîn, al-Hujurât, al-Rahmân, al-Hadîd, al- Shaff, al-Jumu‘ah, al-Tahrîm, al-Mulk, al-Hâqqah, Nûh, al-Jinn, al- Mursalât, ‘Amma, al-Nâzi‘ât, al-Infithâr dan tiga surat setelahnya37, al-Fajr, dan setelahnya sampai akhir Al-Qur’an, kecuali surat al-Tîn, al-‘Ashr dan al-Kâfirûn.
Kedua, kelompok yang di dalamnya terdapat nâsikh–mansûkh, jumlahnya 25 surat: al-Baqarah dan tiga surat sesudahnya, al-Hâjj, al-Nûr dan surat berikutnya Al-Furqân, al-Ahzâb, Saba’, al- Mu’min, al-Syûrâ, al-Dzâriyât, al-Thûr, al-Wâqi‘ah, al-Mujâdilah, al- Muzammil, al-Muddatsir, Kuwwirat, dan al-‘Ashr.
Ketiga, kelompok yang hanya mengandung nâsikh saja, jumlahnya 6 surat: al-Fath, al- Hasyr, al-Munâfiqûn, al-Taghâbun, al-Thalâq, dan al-A‘lâ. Dan keempat, kelompok yang hanya mengandung mansûkh saja, yakni empat puluh surat dari sisa yang tidak disebutkan.
Macam-Macam Nasikh Mansukh Dari Segi Yang Boleh Menasikh
Macam-macam nasikh mansukh dari segi yang boleh menasikh yaitu terdapat tiga:
Pertama, Nasakh Al-Qur’an dengan Al-Qur’an. Contohnya ayat al-baqoroh ayat 240 yang berbunyi:
وَالَّذِينَ يُتَوَفَّوْنَ مِنْكُمْ وَيَذَرُونَ أَزْوَاجًا وَصِيَّةً لِأَزْوَاجِهِمْ مَتَاعًا إِلَى الْحَوْلِ
Artinya: “Dan orang-orang yang akan meninggal dunia di antara kamu dan meninggalkan isteri, hendaklah berwasiat untuk isteri-isterinya, yaitu diberi nafkah selama ‘iddahnya setahun lamanya (Q.S. al-Baqarah : 240)
Ayat tersebut dinaskh dengan ayat al-Baqaroh ayat 234:
وَالَّذِينَ يُتَوَفَّوْنَ مِنْكُمْ وَيَذَرُونَ أَزْوَاجًا يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْرًا
Artinya: “Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri, hendaklah Para isteri itu ber’iddah empat bulan sepuluh hari” (QS.Al-Baqarah : 234)
Kedua, Nasakh hadis dengan al-Qur’an. Contoh permasalahan arah qiblat umat islam. Pada awal masa Islam, arah qiblat umat Islam menghadap ke baitul maqdis. Hal itu di tetapkan berdasarkan hadis fi’li.
Kemudian hadis ini di naskh dengan al-Qur’an surah al-Baqoroh ayat 144:
قَدْ نَرَى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاءِ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ
“Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram” (Q.S. al-Baqarah : 144)
Ketiga, Nasakh hadis dengan hadis. Contoh nasikh mansukh ini yaitu :
كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُوْرِ أَلاَ فَزُوْرُوْهَا
Artinya: “Dahulu aku melarang kalian melakukan ziarah kubur, maka sekarang berziarahlah”