Pancasila

Menelusuri Konsep dan Urgensi Pancasila sebagai Ideologi

×

Menelusuri Konsep dan Urgensi Pancasila sebagai Ideologi

Share this article

 

Penulis : Efrida Wati

PANCASILA- Konsep Pancasila sebagai Ideologi Negara

Istilah ideologi berasal dari kata idea, yang artinya gagasan, konsep, pengertian dasar, cita-cita; dan logos yang berarti ilmu. Ideologi secara etimologis, artinya ilmu tentang ide ide (the science of ideas), atau ajaran tentang pengertian dasar (Kaelan, 2013:60-61).

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, ideologi didefinisikan sebagai kumpulan konsep bersistem yang dijadikan asas pendapat yang memberikan arah dan tujuan untuk kelangsungan hidup. Ideologi juga diartikan sebagai cara berpikir seseorang atau suatu golongan. Ideologi dapat diartikan paham, teori, dan tujuan yang merupakan satu program sosial politik (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008: 517).

Selanjutnya, Anda perlu mengenal beberapa tokoh atau pemikir Indonesia yang mendefinisikan ideologi sebagai berikut:

  1. Sastrapratedja (2001: 43). “Ideologi adalah seperangkat gagasan/pemikiran yang berorientasi pada tindakan dan diorganisir menjadi suatu sistem yang teratur”.
  2. Soerjanto (1991: 47): “Ideologi adalah hasil refleksi manusia berkat kemampuannya menjaga jarak dengan dunia kehidupannya”.
  3. Mubyarto (1991: 239): “Ideologi adalah sejumlah doktrin, kepercayaan, dan simbol-simbol sekelompok masyarakat atau suatu bangsa yang menjadi pegangan dan pedoman kerja (atau perjuangan) untuk mencapai tujuan masyarakat atau bangsa itu”.

Selanjutnya, untuk melengkapi definisi tersebut perlu Anda ketahui juga beberapa teori ideologi yang dikemukakan oleh tokoh-tokoh pemikir ideologi sebagai berikut.

  • Martin Seliger: Ideologi sebagai sistem kepercayaan

Ideologi adalah sekumpulan kepercayaan dan penolakan yang diungkapkan dalam bentuk pernyataan yang bernilai yang dirancang untuk melayani dasar dasar permanen yang bersifat relatif bagi sekelompok orang. Ideologi dipergunakan untuk membenarkan kepercayaan yang didasarkan atas norma-norma moral dan sejumlah kecil pembuktian faktual dan koherensil legitimasi yang rasional dari penerapan preskripsi teknik. Hal tersebut dimaksudkan untuk menjamin atau memastikan tindakan yang disetujui bersama untuk pemeliharaan, pembentukan kembali, destruksi atau rekonstruksi dari suatu tatanan yang telah tersedia. Martin Seliger, lebih lanjut menjelaskankan bahwa ideologi sebagai sistem kepercayaan didasarkan pada dua hal, yaitu ideologi fundamental dan ideologi operatif (Thompson, 1984: 79). Ideologi fundamental meletakkan preskripsi moral pada posisi sentral yang didukung oleh beberapa unsur, yang meliputi: deskripsi, analisis, preskripsi teknis, pelaksanaan, dan penolakan. Ideologi operatif meletakkan preskripsi teknis pada posisi sentral dengan unsur-unsur pendukung, meliputi : deskripsi, analisis, preskripsi moral, pelaksanaan, dan penolakan.

  • Alvin Gouldner: Ideologi sebagai Proyek Nasional
Pos Terkait:  Membangun Argumen tentang Dinamika dan tantangan Pancasila sebagai Dasar nilai pengembangan ilmu.

Gouldner mengatakan bahwa ideologi merupakan sesuatu yang muncul da suatu cara baru dalam wacana politis. Wacana tersebut melibatkan otoritas atau tradisi atau retorika emosi Lebih lanjut, Gouldner mengatakan bahw ideologi harus dipisahkan dari kesadaran mitis dan religius, sebab ideologi merupakan suatu tindakan yang didukung nilai-nilai logis dan dibuktikan berdasarkan kepentingan sosial Gouldner juga mengatakan bahw kemunculan ideologi itu tidak hanya dihubungkan dengan revolu kommunikasi, tetapi juga dihubungkan dengan revolusi industri yang pada gilirannya melahirkan kapitalisme (Thompson, 1984:85-86).

  • Paul Hirst: Ideologi sebagal Relasi Sosial

Hist meletakkan ideologi di dalam kalkulasi dan konteks politik. Hirst menegaskan bahwa ideologi merupakan suatu sistem gagasan politis yang dapat digunakan dalam perhitungan politis. Lebih lanjut, Hirst menegaskan bahwa penggunaan istilah ideologi mengacu kepada kompleks nir-kesatuan Inon-unitory praktik sosial dan sistem perwakilan yang mengandung konsekuensi dan arti politis (Thompson, 1984-94-95).

Urgensi Pancasila sebagai Ideologi Negara

Setelah Anda menelusuri berbagai pengertian, unsur, dan jenis-jenis ideologi, maka terlihat bahwa Pancasila sebagai ideologi negara menghadapi berbagai bentuk tantangan. Salah satu tantangan yang paling dominan dewasa ini adalah globalisasi. Globalisasi merupakan era saling keterhubungan antara masyarakat suatu bangsa dan masyarakat bangsa yang lain sehingga masyarakat dunia menjadi lebih terbuka. Dengan demikian, kebudayaan global terbentuk dari pertemuan beragam kepentingan yang mendekatkan masyarakat dunia. Sastrapratedja menengarai beberapa karakteristik kebudayaan global sebagai berikut:

  1. Berbagai bangsa dan kebudayaan menjadi lebih terbuka terhadap pengaruh timbal balik.
  2. Pengakuan akan identitas dan keanekaragaman masyarakat dalam berbagai kelompok dengan pluralisme etnis dan religius.
  3. Masyarakat yang memiliki ideologi dan sistem nilai yang berbeda bekerjasama dan bersaing sehingga tidak ada satu pun ideologi yang dominan.
  4. Kebudayaan global merupakan sesuatu yang khas secara utuh, tetapi tetap bersifat plural dan heterogen.
  5. Nilai-nilai hak asasi manusia (HAM), kebebasan, demokrasi menjadi nilai nilai yang dihayati bersama, tetapi dengan interpretasi yang berbeda-beda (Sastrapratedja, 2001: 26-27).
Pos Terkait:  Mendeskripsikan Esensi dan Urgensi Pancasila dalam Kajian Sejarah Bangsa Indonesia untuk Masa Depan

Berdasarkan karakteristik kebudayaan global tersebut, maka perlu ditelusuri fase-fase perkembangan globalisasi sebagai bentuk tantangan terhadap ideology pancasila. Adapun fase-fase tersebut adalah sebagai berikut.

  1. Fase embrio; berlangsung di Eropa dari abad ke-15 sampai abad ke-18 dengan munculnya komunitas nasional dan runtuhnya sistem transnasional Abad Tengah.
  2. Fase pertumbuhan yang meliputi abad ke-18 dengan ciri pergeseran kepada gagasan negara kesatuan, kristalisasi konsep hubungan internasional, standarisasi konsep kewarganegaraan.
  3. Fase take off yang berlangsung dari 1870 sampai pertengahan 1920 yang ditandai dengan diterimanya konsep baru tentang negara kebangsaan. identitas dan kepribadian nasional, mulai masuknya negara-negara non Eropa ke dalam masyarakat internasional.
  4. Fase perjuangan hegemoni yang dimulai 1920 sampai dengan pertengahan 1960 yang ditandai dengan meningkatnya konflik internasional dan ideologis, seperti kapitalisme, sosialisme, fasisme, dan nazisme, dan jatuhnya bom atom yang menggugah pikiran tentang masa depan manusia yang diikuti terbentuknya Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB).
  5. Fase ketidakpastian; berlangsung dari 1960-1990 ditandai dengan munculnya gagasan dunia ketiga, proliferasi nuklir, konsepsi individu menjadi lebih kompleks, hak-hak kewarganegaraan semakin tegas dirumuskan, berkembangnya media global yang semakin canggih.
  6. Fase kebudayaan global, fase ini ditandai oleh perubahan radikal di Eropa Timur dan Uni Soviet (runtuhnya dominasi komunisme di beberapa negara), berakhirnya perang dingin, dan melemahnya konfrontasi ideologi (Sastrapratedja, 2001: 49-50).
Pos Terkait:  Pengertian Etika Menurut Para Pakar

Terimakasih telah membaca, semoga bermanfaat.

Baca Juga : Menggali Sumber Historis, Sosiologis, Politis tentang Pancasila sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu di Indonesia.