Tasawuf, iqipedia.com – Cinta kepada allah adalah ajaran tasawuf yang di gagas oleh Robi’ah Adawiyah, sufi terkemuka karena konsepnya tentang cinta kepada Allah. Robi`ah adalah orang pertama yang mengajarkan pentingnya cinta kepada Allah. Di dalam sejarah perkembangan tasawuf, hal ini merupakan konsepsi baru di kalangan para sufi kala itu. Untuk mengetahui lebih jauh tentang konsepsi al-mahabbah atau al-hubb menurut Rabi`ah, akan ditelusuri pernyataannya tentang cinta.
Baca juga: Koncep Cinta Dalam Al-Quran
Kisah Cinta Rabi’ah al- Adawiyah
Pada suatu waktu Rabi`ah ditanya pendapatnya tentang batasan konsepsi cinta. Rabi`ah menjawab: Cinta berbicara dengan kerinduan dan perasaan. Mereka yang merasakan cinta saja yang dapat mengenal apa itu cinta. Cinta tidak dapat dijelaskan dengan kata-kata. Tak mungkin orang dapat menjelaskan sesuatu yang belum dikenalnya. Atau mengenali sesuatu yang belum pernah digaulinya. Cinta tak mungkin dikenal lewat hawa nafsu terlebih bila tuntutan cinta itu dikesampingkan. Cinta bisa membuat orang jadi bingung, akan menutup untuk menyatakan sesuatu. Cinta mampu menguasai hati.
Pada kesempatan yang lain, ada juga orang yang menanyakan cinta kepada Rabi`ah. Rabi`ah juga menjawab, bahwa: Cinta muncul dari keazalian (azl) dan menuju keabadian (abad) serta tidak terlingkupi oleh salah satu dari delapan belas ribu alam yang mampu meminum hatta seteguk serbatnya.
Dalam dialog lain, ada 2 (dua) batasan cinta yang sering dinyatakan Rabi`ah. Pernyataan pertama, sebagai ekspresi cinta hamba kepada Allah, maka cinta itu harus menutup selain Sang Kekasih atau Yang Dicinta. Dengan kata lain, maka pertama, dia harus memalingkan punggungnya dari dunia dan segala daya tariknya. Sedagkan yang kedua, dia harus memisahkan dirinya sesama makhluk ciptaan Allah, supaya dia tak bisa menarik dari Sang Pencipta. Tambahnya ketiga, dia harus bangkit dari semua keinginan nafsu duniawi dan tidak memberikan peluang adanya kesenangan dan kesengsaraan. Karena kesenangan dan kesengasaraan dikhawatirkan mengganggu perenungan pada Yang Maha Suci. Terlihat sekali, Tuhan dipandang oleh Rabi`ah dengan penuh kecemburuan sebagai titik konsentrasinya, sebab hanya Dia sendirilah yang wajib dicintai hamba-Nya.
Tentang pernikahan, Rabi’ah memiliki pemikiran sendiri. Baginya akad nikah merupakan hak pemilik alam semesta. Sedangkan baginya, hal tersebut tidak ada karena ia telah berhenti ―Maujud (ada) dan lepas diri. Ia merupakan milik Tuhan, serta ia hidup dalam naungannya. Baginya akad nikah harus dimintakan dari Tuhan, bukan dirinya. Rabi’ah menyadari bahwa menerima pria dalam ikatan pernikahanakan membuat ia tidak adil adil terhadap suami dan anak- anaknya kelak ia tak akan mampu memberikan perhatian kepada mereka, karena seluruh hatinya ia serahkan hanya untuk Allah. Rabi’ah tidak menikah bukan semata-mata karena zuhud terhadap pernikahan itu sendiri, melainkan ia zuhud terhadap dirinya.
Pernyataan kedua, kadar cinta kepada Allah itu harus tidak ada pamrih apapun. Artinya, seseorang tidak dibenarkan mengharapkan balasan dari Allah, baik ganjaran (pahala) maupun pembebasan hukuman, paling tidak pengurangan. Sebab yang dicari seorang hamba itu melaksanakan keinginan Allah dan menyempurnakannya. Karenanya, kecintaan seseorang itu bisa saja diubah agar lebih tinggi tingkatannya, hingga Allah benar-benar dicintai. Lewat kadar kecintaan inilah, menurut Rabi`ah dalam penafsiran Margaret Smith, Allah akan menyatakan diri-Nya sendiri dalam keindahan yang sempurna. Dan melalui jalan cinta inilah, jiwa yang mencintai akhirnya mampu menyatu dengan Yang Dicintai dan di dalam kehendak-Nya itulah akan ditemui kedamaian.
Syair Cinta Rabi’ah al-Adawiyah
Cinta bagi Rabi’ah sukar didefinisikan, karena cinta berisi perasaan kepada yang dicintai. Rabi’ah telah membuat syair-syairnya yang sangat terkenal di kalangan umat Islam. Berikut ini syi’ir Sayyidah Robiah Adawiyah:
Aku mencinta-Mu dengan dua cinta
Cinta karena diriku dan cinta karena Diri-Mu
Cinta karena diriku adalah keadaanku yang selalu mengingat-Mu
Cinta karena Diri-Mu Adalah Keadaan-Mu menyingkapkan tabir hingga engkau melihat Bagiku,
tidak ada puji-pujian untuk ini dan itu. Tapi pujian hanya bagi-Mu selalu
Demikianlah pembahasan tentang cinta Rabi’ah kepada Allah semoga bermanfaat.
Terimakasih sudah membaca, semoga bermanfaat.
Penulis: Abd. Muqit