Iqipedia.com – Riba dalam Al-Quran disebut delapan kali dalam empat surah yang berbeda, yakni satu kali dalam ayat 39 surah al-Rûm, satu kali dalam ayat 161 surah al-Nisâ’, satu kali dalam ayat 130 surah Âli ‘Imrân, tiga kali dalam ayat 275 surah al-Baqarah, satu kali dalam ayat 276 surah al-Baqarah, dan satu kali dalam ayat 278 surah al-Baqarah. Keempat surah tersebut secara kronologis menggambarkan empat tahapan pengharaman riba dalam Alquran.
Riba Dalam Al-Quran Yang Halal
Dalam al-Quran, ayat pertama kali (tahap pertama) yang berbicara riba adalah :
وَمَآ اٰتَيْتُمْ مِّنْ رِّبًا لِّيَرْبُوَا۟ فِيْٓ اَمْوَالِ النَّاسِ فَلَا يَرْبُوْا عِنْدَ اللّٰهِ ۚوَمَآ اٰتَيْتُمْ مِّنْ زَكٰوةٍ تُرِيْدُوْنَ وَجْهَ اللّٰهِ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُضْعِفُوْنَ
Artinya: “Riba yang kamu berikan agar berkembang pada harta orang lain, tidaklah berkembang dalam pandangan Allah. Adapun zakat yang kamu berikan dengan maksud memperoleh keridaan Allah, (berarti) merekalah orang-orang yang melipatgandakan (pahalanya)” (QS. al-Rum :39)
Para mufassir berbeda pendapat mengenai riba yang dibicarakan dalam ayat di atas. Ada yang berpendapat bahwa riba dalam ayat ini bukan riba yang diharamkan. Riba dalam ayat ini berupa pemberian sesuatu kepada orang lain yang tidak didasarkan keikhlasan seperti pemberian hadiah dengan harapan balasan hadiah yang lebih besar.
Mayoritas ahli tafsir (jumhûr al-mufassirîn) berpendapat bahwa yang dimaksud dengan riba pada ayat tersebut adalah suatu bentuk pemberian (al‘athiyyah) yang disampaikan seseorang kepada orang lain bukan dengan tujuan untuk menggapai rida Allah Swt., tetapi hanya sekadar untuk mendapatkan imbalan duniawi semata. Karena itu, pelakunya tidak akan memperoleh pahala dari Allah Swt. atas pemberiannya itu. Hal ini berbeda dengan zakat, yang ketika menunaikannya, para pelakunya, hanya ingin mendapatkan ridha Allah Swt.1 Namun demikian, meskipun pemberian sesuatu dari seseorang dengan motif untuk menggapai sesuatu yang lebih banyak (al-ziyâdah) termasuk dalam kategori riba, ia tetap boleh diterima.
Menurut al-Qurthubî sebagaimana tercermin dalam pernyataannya yang berbunyi sebagai berikut:
Riba itu berarti tambahan… (al-ziyâdah). Riba itu ada dua macam, yaitu riba yang haram dan riba yang halal. Riba yang halal itu ialah hadiah yang diberikan seseorang (kepada orang lain) dengan motif untuk mendapatkan sesuatu yang lebih baik dibanding hadiah yang diberikannya itu. Pemberi hadiah yang punya motif seperti ini tidak akan mendapatkan pahala dan juga tidak terkena dosa.
al-Qurthubî menyatakan, yang dimaksud dengan riba pada ayat tersebut adalah riba yang diharamkan, yakni riba nasî’ah. Pendapat ini didasarkan pada riwayat dari al-Suddi (Ismâ‘îl ibn ‘Abd al-Rahmân ibn alKarîmah, wafat tahun 127 H) yang menyatakan, ayat 39 surah al-Rûm tersebut turun bertalian dengan kasus riba yang dipraktikkan oleh keluarga Tsâqif. al-Alusi dan Sayyid Qutb berpendapat bahwa riba dalam ayat tersebut adalah tambahan yang dikenal dalam muamalah sebagai yang diharamkan oleh Syari’.
sedangkan ‘Abd al-Azhîm Jalâl Abû Zayd sebaliknya menyatakan, riba yang dimaksud pada ayat 39 surah al-Rûm bukanlah riba yang diharamkan. Menurut pendapat ini, pendapat al-Qurthubî yang menyatakan bahwa yang dimaksud dengan riba pada ayat tersebut adalah riba yang diharamkan, yakni riba nasî’ah sebagaimana dipraktikkan oleh keluarga Tsâqif, sama sekali tidak dapat diterima. Sebab ayat 39 surah al-Rûm termasuk kategori ayat-ayat Makiyyah. Sementara Tsâqif baru masuk Islam pada periode Madinah, tepatnya tahun ke-9 H.
Baca juga: Pengertian Riba, Macam-Macam Riba, Dalil, Hukum dan Sejarahnya
Riba Dalam Al-Quran Yang Haram
Keharaman riba sudah dijelaskan secara sangat eksplisit dengan adanya perintah meninggalkan riba sebagaimana tercantum dalam ayat 275-280 surah al-Baqarah yang berbunyi sebagai berikut:
اَلَّذِيْنَ يَأْكُلُوْنَ الرِّبٰوا لَا يَقُوْمُوْنَ اِلَّا كَمَا يَقُوْمُ الَّذِيْ يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطٰنُ مِنَ الْمَسِّۗ ذٰلِكَ بِاَنَّهُمْ قَالُوْٓا اِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبٰواۘ وَاَحَلَّ اللّٰهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبٰواۗ فَمَنْ جَاۤءَهٗ مَوْعِظَةٌ مِّنْ رَّبِّهٖ فَانْتَهٰى فَلَهٗ مَا سَلَفَۗ وَاَمْرُهٗٓ اِلَى اللّٰهِ ۗ وَمَنْ عَادَ فَاُولٰۤىِٕكَ اَصْحٰبُ النَّارِ ۚ هُمْ فِيْهَا خٰلِدُوْنَ يَمْحَقُ اللّٰهُ الرِّبٰوا وَيُرْبِى الصَّدَقٰتِ ۗ وَاللّٰهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ اَثِيْمٍ
Orang-orang yang memakan (bertransaksi dengan) riba tidak dapat berdiri, kecuali seperti orang yang berdiri sempoyongan karena kesurupan setan. Demikian itu terjadi karena mereka berkata bahwa jual beli itu sama dengan riba. Padahal, Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Siapa pun yang telah sampai kepadanya peringatan dari Tuhannya (menyangkut riba), lalu dia berhenti sehingga apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Siapa yang mengulangi (transaksi riba), mereka itulah penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya. Allah menghilangkan (keberkahan dari) riba dan menyuburkan sedekah. Allah tidak menyukai setiap orang yang sangat kufur lagi bergelimang dosa. (QS.. Al-Baqarah : 275-760).
Menurut Syaikh Muhammad Abduh bahwa yang dimaksud riba yang haram ialah penambahan-penambahan yang di isyaratkan oleh orang yang memiiki harta kepada orang yang meminjam hartanya (uangnya), karena pengunduran janji pembayaran oleh peminjam dari waktu yang telah ditentukan. Dalam kitab fathul qorib riba tidak hanya mencakup meminjamkan uang saja, tetapi juga mencakup tukar menukar yang memiliki atau meminta nilai lebih atau juga tuka menukar yang tidak kontan.
Menurut al-Suyûthî, ayat tersebut turun bertalian dengan kasus Tsâqif yang terlibat utang-piutang dengan al-Mughîrah. Pada tahun 9 H, sebagaimana disinggung di muka, Tsâqif memeluk Islam. Setelah memeluk Islam, Tsâqif menagih utang yang belum dilunasi al-Mughîrah. Ketika ditagih, al-Mughîrah tidak bersedia membayar riba kepada Tsâqif yang telah mengetahui adanya larangan riba dalam Islam. Kejadian tersebut dilaporkan kepada Nabi. Kemudian turunlah ayat 275-280 surah al-Baqarah tersebut yang pada intinya memerintahkan umat Islam untuk meninggalkan sisa-sisa riba.
Penulis: Rohmah
Baca juga: Jurnal Keislaman