poligami
poligami

Cinta Kepada Allah, Menurut Tafsir dan Ulama’

Posted on

Iqipedia.com–  Cinta kepada Allah dalam Islam di rumuskan dengan teori mahabbah. Mahabbah secara bahasa berarti cinta dan kasih sayang. Kata ini berasal darikata Arab Ahabba-Yuhibbu-Mahabbatan, beberapa maknanya adalah mencintai secara mendalam, kecintaan, atau cinta yang mendalam. Jamil Shaliba dalam dalam kitab al-Mu’jamal-Falsafi menjelaskan bahwa adalah Mahabbah (cinta) adalah lawan dari kata al-Baghd (benci). Al-Mahabbah dapat pula berarti al-Wadud, yakni yang sangat penyayang lagi pengasih.

Mahabbah atau cinta adalah kecenderungan hati kepada sesuatu yang menyenangkan. Apabila kecenderungan hati itu bertambah kuat, maka Namanya tidak lagi mahabbah, tetapi berubah menjadi ‘isyq (asyik-masyuk). Menurut Al-Muhasibi mahabbah sebagai “kecenderungan hati secara total pada sesuatu, hingga perhatian terhadapnya melebihi perhatian pada diri sendiri, jiwa dan harta, sikap diri dalam menerima baik secara lahiriah maupun batiniah, perintah dan larangannya; dan perasaan diri akan kurangnya cinta yang diberikan padanya.

Menurut Harun Nasution, mahabbah adalah:1) Patuh kepada Tuhan dan membenci sikap yang melawan kepada-Nya.2) Menyerahkan diri kepada yang dikasihi.3) Mengosongkan hati dari segala-galanya kecuali dari yang dikasihi, yaitu Tuhan.

Kewajiban cinta kepada Allah

Al-Quran menjelaskan di antara kewajiban orang beriman yaitu mencintai Allah Swt. Hal ini di firmankan Allah dalam QS. Al-Baqaroh ayat 165:

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَّتَّخِذُ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ اَنْدَادًا يُّحِبُّوْنَهُمْ كَحُبِّ اللّٰهِ ۗ وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَشَدُّ حُبًّا لِّلّٰهِ ۙ

“Di antara manusia ada yang menjadikan (sesuatu) selain Allah sebagai tandingan-tandingan (bagi-Nya) yang mereka cintai seperti mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat kuat cinta mereka kepada Allah” (QS. Al-Baqaroh: 165)

Ayat ini menjelaskan bahwa seseorang menyembah Tuhan selain Allah akan mencintainya sebagaimana mencintai Allah. Sedangkan orang-orang yang beriman lebih mencintai Allah dari pada lainnya. Kecintaan kepada merupakan sesuatu yang harus di lakukan oleh makhluk kepada sang kholiknya. terdapat beberapa argumen yang mengharuskan hal tersebut:

Pos Terkait:  Sifat-Sifat Allah: Sifat Wajib, Sifat Muhal dan Sifat Jaiz Allah

Pertama, Allah adalah Tuhan seluruh manusia, Tuhan adalah sesuatu yang wajib di sembah, jika seseorang menyembahnya maka ia juga harus mencintainya. Tanpa cinta penyembahan Tuhan dan beribadah kepada Allah akan di lakukan dengan terpaksa dan membosankan. Hal ini dapat membuat ibadahnya kendor dan malas-malasan. Berbeda orang yang mencintai Allah, ia akan beribadah dengan senang hati dan selalu rindu berjumpa dengan Allah Swt.

Kedua Allah adalah pemilik seluruh langit, bumi dan seisinya. Semestinya kalau seseorang mencintai hal kaya dan besar maka Allah lah maha kaya dan maha besar, Oleh karenanya manusia harus mencintai yang maha besar dan kaya itu.

Cinta Kepada Allah Harus Mengikuti Nabi Muhahammad Saw.

Cinta kepada Allah harus di buktikan dengan mengikuti ajaran Nabi Muhammad Saw. Hal ini di jelaskan QS. Ali Imran ayat 31:

قُلْ اِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّوْنَ اللّٰهَ فَاتَّبِعُوْنِيْ

“Katakanlah (Nabi Muhammad), Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku” (QS. Ali Imran: 31)

Cinta kepada Allah Swt. tidak serta merta berperilaku semaunya dan sesuka hatinya. Manusia harus menyadari bahwa dalam dirinya terdapat hawa nafsu yang selalu mengintainya. Oleh karenanya cinta kepada Allah harus di mengikuti Rasulullah Saw. sebagai sosok Nabi  yang terpelihari dari salah dan hawa nafsu, serta di bekali dengan ilmu yang benar. Alasan inilah yang mewajibkan manusia harus mengikuti ajaran rasulullah. Jika tidak demikian maka tidak menuntut kemungkan cinta akan sia-sia karena termakan hawa nafsu dan keluar dari syari’at Nabi muahammad Saw.

Selain itu Rasullah Saw. mengeluar kiat-kiat agar di cinta Allah Swt. Rasulullah bersabda:

وَمَا يَزَالُ عَبْدِى يَتَقَرَّبُ إِلَىَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ

Artinya: “Hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri pada-Ku dengan amalan-amalan sunnah sehingga Aku mencintainya” (HR. Bukhari)

Hadis ini menjelaskan bahwa cara mendapatkan cinta Allah antara lain adalah dengan memperbanyak kesunnahan-kesunnahan. Ibadah sunah memiliki fungsi menutupi ibadah farduh yang tinggalkan dan sebagai tambahan jika ibadah farduh tidak pernah tidak pernah di tinggalkan. Yang perlu di garis juga Allah tidak memilah-milah ibadah yang di terima. Ibadah sunnah dan ibadah farduh semuanya memiliki kemungkinan di terima di sisi Allah, tergantung ketulusan niatnya yang melakukan. Dengan demikian maka sudah wajar Rasulullah bersabda: “Orang yang menginginkan  dicintai Allah maka ia harus senantiasa melakukan ibadah sunnah”.

Pos Terkait:  Sejarah Tasawuf di Indonesia
Balasan Bagi Orang Yang Mencintai Allah

Orang yang mencintai Allah, ia tidak hanya mendapatkan cerih, payah dan kegembiraan hati belaka. Ia juga akan mendapatkan cinta dari Allah sekaligus Ampunannya. Allah berfirman:

يُحْبِبْكُمُ اللّٰهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ ۗ وَاللّٰهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ قُلْ اِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّوْنَ اللّٰهَ فَاتَّبِعُوْنِيْ

“Katakanlah (Nabi Muhammad), Jika kamu mencintai Allah, ikutilah akuniscaya Allah akan mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS. Ali Imran: 31)

Cinta dan ampunan yang di janjikan Allah dalam ayat di atas adalah hal yang sangat penting sekali, mengingat dosa adalah suatu penghalang dari Allah dan segala doa. jika seseorang di ampuni oleh Allah maka ia akan tidak terhalang dari dosa yang membelenggunya dan ia dimudahkan segala keinginannya. Sedangkan cinta dari Allah sudah pasti semua orang menginginkannya. Siapa yang tidak ingin di cintai oleh tuhannya, semua pasti menginginkannya. Apa lagi seseorang mendengar hadis Rasulullah berikut ini:

فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِى يَسْمَعُ بِهِ ، وَبَصَرَهُ الَّذِى يُبْصِرُ بِهِ ، وَيَدَهُ الَّتِى يَبْطُشُ بِهَا وَرِجْلَهُ الَّتِى يَمْشِى بِهَا ، وَإِنْ سَأَلَنِى لأُعْطِيَنَّهُ ، وَلَئِنِ اسْتَعَاذَنِى لأُعِيذَنَّهُ

Artinya: “. Jika Aku telah mencintainya, maka Aku akan memberi petunjuk pada pendengaran yang ia gunakan untuk mendengar, memberi petunjuk pada penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, memberi petunjuk pada tangannya yang ia gunakan untuk memegang, memberi petunjuk pada kakinya yang ia gunakan untuk berjalan. Jika ia memohon sesuatu kepada-Ku, pasti Aku mengabulkannya dan jika ia memohon perlindungan, pasti Aku akan melindunginya” (HR. Bukhari)

Pos Terkait:  ‘Am dan Khas : Pengertian 'Am, Lafadh 'Am, Macam-Macam Khas
Pandangan Ulama’ Tentang Mahabbah

Menurut Imam al-Ghazali, kecintaan kepada Allah dan rasul-Nya adalah kewajiban seluruh umat manusia yang ditetapkan berdasarkan dalil-dalil dari Al-Quran, hadis dan logika. Al-Kalabazi membagi mahabbah ini kepada dua macam, yaitu (1) cinta yang hanya dalam pengakuan saja, dan (2) cinta yang dihayati dan diresapi dalam hati keluar dari lubuk hati. Cinta yang pertama ada pada setiap manusia, sedang cinta yang kedua ditujukan hanya kepada Allah. Cinta yang seperti inilah yang dianut dan diamalkan oleh kaum sufi.

Rabi`ah Adawiyah adalah orang pertama yang mengajarkan tentang cinta kepada Allah.  Hal inilah yang menjadikan robi’ah adawiyah di kenal di kalangan sufi dan sufi besar pada masa itu. Awal mula teori mahabbah Robi’ah ini di kenal di kalangan sufisme, yaitu pada saat Robi’ah membawa obor dan membawa air dalam timba. Lalu ia mengelilingi pasar, hal ini mengejukan dan membuat penasaran orang-orang di pasar sehingga mereka bertanya kepada Robi’ah, lalu Robi’ah  menjawab” akan membakar surga dan menyiram neraka, seltelah itu adakah orang yang masih beribadah jika sudah tidak ada surga dan neraka. Setelah kejadian hal tersebu Robi’ah mulai di kenal di kalangan sufisme dan di akui sebagai sufisme besar yang cintanya  kepada Allah tidak ada tandingannya. Sampai-sampai robi’ah tidah dapat mencintai Rasulullah Saw. karena hatinya sudah di penuhi dengan cinta kepada Allah.

Demikianlah pembahasan tentang cinta kepada Allah semoga bermanfaat.

Penulis: Abd. Muqit