Macam-Macam Qiro'at Al-Quran dari Segi Kuantitas
Macam-Macam Qiro'at Al-Quran dari Segi Kuantitas

Kodifikasi Al-Quran Mulai Masa Rasulullah Hingga Sayyidina Utsman RA.

Posted on

Iqipedia.com – Secara historis perjalana pembukuan al-Qur’an memang tidak serumit pembukuan hadits. Namun bukan berarti bahwa proses kodifikasi al-Qur’an tidak menarik untuk ditinjau ulang. Dalam bahasa Arab, kodifikasi sering di istilah dengan kata jamaa dalam bahasa Arab kata “jamaa” memiliki arti menyusun yang terpisah atau yang tidak beraturan, yaitu mengumpulkan sesuatu dengan semakin dekat yang bagian yang satu dengan yang lain.

Dalam ilmu Al-Qur’an kata jamaa memiliki dua arti yang mana dari makna itu melahirkan pemaknaan yang luas .Yang Pertama jamaa memiliki makna yaitu hafalan semuanya.dan makna yang kedua yaitu catatan Al Qur’an semuanya dalam bentuk tulisan dari ayat dan surat yang masih terpisah-pisah berkumpul menjadi satu. Mushaf Al Qur’an yang ada ditangan kita sekarang ternyata melalui perjalanan panjang yang berliku-liku selama kurang lebih 1400 tahun yang silam dan memiliki latar belakang sejarah yang menarik untuk diketahui.

Kodifikasi Pada Masa Rasulullah

Pada masa rasulullah, Sebagaimana kita ketahui, al-Quran di turunkan secara bertahap. Maka pada saat itu al-Quran belum di bukukan seperti mushaf sekarang ini, karena pada saat itu Nabi Muhammad Saw. Tidak memerintahkan untuk membukukan, beliau hanya menyampaikan kepada Para Sahabat secara lisan ketika wahyu itu datang, lalu Para Sahabat menghafalkan dan menulisnya di atas pelepah kurma, permukaan batu cadas dan tulang belikat unta. Banyak alasan ulama’ yang di kemukakan, kenapa al-Quran tidak di bukukan, di antaranya, para sahabat memiliki hafalan yang sangat kuat.

Dalam Shahih bukhari, dijelaskan bahwa Nabi Muhammad pernah mengutus tujuh puluh sahabat yang pakar dalam qiroah, ini berarti pada saat itu sudah banyak sahabat yang menghafalkan al-Quran dan menekuni bidang qiroah al-Quran. Penghafal al-Quran tidak hanya tujuh puluh ahl qira’ah itu saja, masih banyak sahabat lain yang hafal al-Quran. Sahabat tujuh puluh tersebut hanyalah sahabat yang ahli dan pakar dalam bidang qiro’ah saja. Sedangkan sahabat-sahabat yang hafal al-Quran lainya, yaitu misalnya, Khulafaur Rasyidin, Abdullah Ibn Mas’ud, Salim, Ubay Ibn Ka’ab, Mu’adz Ibn Jabal, Zaid Ibn Tsabit dan Abu Darda’.

Pos Terkait:  Turunnya Al-Quran, Ayat Yang Pertama Turun dan Ayat Yang Terakhir Turun
Kodifikasi Pada Masa Abu Bakar

Setelah Nabi Muahammad Saw. wafat, kahlifah di gantikan oleh Sahabt Abu Bakar Ra. Pada saat itu al-Quran masih belum terbukan. Setelah banyak sahabat ahl Qurro’ terbunuh dalam perang Yamamah pada tahun dua belas hijriah, baru Sayidina Umar menushulkan untuk membukukan dan mengumpulkan al-Quran yang masih banyak  keberadaanya terpisah dimana-mana. Namun usulan Sayyidina umar ini di tolak karena karena Abu Bakar takut dosa karena tidak ada perintah dari Nabi Muhammad Saw.

Namun Sayyidina umar pun yang terkenal cerdas ini tidak menyerah, dia terus menerus membujuk Abu Bakar agar mau mengkodifikasi al-Quran, akhirnya Sayyidina Abu Bakar kebuka pintu hatinya. Ia pun mau membuat program pengumpulan al-Quran. Pada saat itu pula Sayyidina Abu Bakar menunjuk Zaid untuk menjadi kodifikator al-Quran. Abu Bakar berkata kepada Zaid, : “Sesunguhnya engkau adalah seorang yang masih muda dan berakal cemrerlang, kami tidak meragukannmu, engkau pernah menulis wahyu untuk Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa sallam, maka sekarang Al-Qur’an dan kumpulkanlah!”, Zaid mengatakan: “Maka akupun mencari dan mengumpulkan Al-Qur’an dari pelepah kurma, permukaan batu cadas dan dari hafalan orang-orang. Setelah zaid bin tsabit selesai mengumpulkan di serahkan kepada Khalifah Abu Bakar, yang kemudian di amanahkan kepada sayyidah hafshah.

Para Penulis Wahyu

Para penulis wahyu yang tercatat di sebagian pakar sejarah berjumlah 26 orang sahabat. Sedangkan al-halabi berpendapat bahwa para penulis wahyu berjumlah 44 orang sahabat:

  1. Di Makkah al-Mukarramah: Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, Abu Bakar ash-Shiddiq, Umar bin Khatthab, Khalid bin Said bin al-Ash, Amir bin Fahirah, Arqam bin Abi al-Arqam, Abu Salamah Abdullah bin Abdul Assad al-Makhzumi, Ja’far bin Abi Thalib, Hathib bin Amr, bani amir bin luay bin ghalib bin fihr, Zubair bin al-Awam, Thalhah bin Ubaidillah, Abdullah bin Abu Bakar
  2. Di Madinah al-Munawwarah: Abu Ayyub al-Anshari, Khalid bin Zaid, Ubai bin Ka’ab, Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Rawahah, Mu’adz bin Jabal, Mu’aiqib bin Abi Fathimah, Abdullah bin Abdullah bin Ubay bin Salul, Abdullah bin Zaid, Muhammad bin Maslamah, Buraidah bin al-Hushaib, Tsabit bin Qais, Hudzaifah bin al-Yaman, Handzalah bin ar-Rabi’, dan Abdullah bin Sa’ad bin Abi Sarah.
  3. Tambahan Pasca Hudaibiyyah: Abu Sufyan bin Shakhr bin Harb, Yazid bin Abi Sufyan, Mu’awiyah bin Abi Sufyan, Khalid bin al-Walid, Juham bin Sa’ad, Juham bin ash-Shalt bin Mukhramah, Al-Hashin bin an-Namir, Huwaithib bin Abdul Uzza, Abdullah bin al-Arqam, Al-Abbas bin Abdul Mutthalib, Aban bin Said bin al-Ash, Said bin Said bin al-Ash, Al-Mughirah bin Syu’bah, Amr bin al-Ash, Syarhabil bin Hasanah dan Al-‘Alla’ bin al-Hadhrami.
Pos Terkait:  Macam-Macam Sumber Penafsiran Al-Quran
Kodifikasi al-Quran Pada masa Khalifah Utsman Bin Affan

Kodifikasi Al-Qur’an pada masa Utsman bin Affan yang dicatat oleh umat Islam. Informasi ini bisa ditemukan dalam kitab hadith dan buku-buku yang memuat tentang sejarah Al-Qur’an atau buku- buku Ulumul Qur’an. Pada tahun 30 H Huzaifah bin al-Yaman dan Sa’id bin al-Ash pulang ke Madinah dari Azerbeijan. Dalam perjalan menuju Madinah Huzaifah mengatakan, “Dalam beberapa perjalanan yang aku lakukan, aku melihat ada masalah besar yang tengah menimpa umat Islam.

Bila hal ini tidak ditanggapi, maka akan terjadi perselisihan di kalangan umat Islam tentang al-Qur’an. Sa’id bin Ash bertanya, “Apa masalahnya?” Aku melihat penduduk Himsh mengklaim bahwa qira’atnya lebih bagus dari qira’at yang lain. Mereka mempelajari Qira’at dari al- Miqdad.

Demikian juga penduduk Damaskus juga melihat bahwa qira’at mereka lebih bagus dari yang lainnya. penduduk Kufah yang belajar qira’at dari Abu Musa dan menamai Mushaf Abu Musa dengan Lubab al-Qulub juga mengklaim qira’at mereka lebih bagus. Setelah mereka berdua sampai di Kufah, mereka menyampaikan kepada penduduk Kufah tentang kekhawatirannya.

Mayoritas para sahabat dan para tabi’in menyetujui pendapat Huzaifah tersebut, Namun kalangan pengikut qira’at Ibnu Mas’ud mempertanyakan kepada Huzaifah’ qira’at mana yang kiranya anda inkari dari qira’at kami? Mendengar jawaban dari pengikut Ibnu Mas’ud ini, Huzaifah merasa marah sambil mengatakan “ Kalian adalah penduduk yang nomaden, oleh sebab itu diamlah! Sungguh kalianlah yang salah. Demi Allah, bila aku masih hidup, maka aku akan melaporkan hal ini kepada amirul mukminin dan aku akan meminta kepada beliau untuk menyelesaikan masalah ini.

Dengan rasa kekhawatirannya yang tinggi , Huzaifah ketika sampai ke Madinah melaporkan tentang apa yang diamatinya dan diperhatikannya selama perjalananya dari Azerbeijan kepada khalifah Usaman bin Affan. Ini sebagai sinyal bahwa dia sebagai salah seorang dari kalangan pimpinan umat Islam pada waktu itu memiliki tanggung jawab moral yang sangat besar terhadap Al-Qur’an dan juga kesatuan umat.

Pos Terkait:  Manthuq dan Mafhum, Pengetian, Macam-Macam dan Dilalahnya
Tim Kodifikasi

Untuk tim kodifikasi al-Quran, Sayyidina Utsman memilih Zaid bin Tsabit (w.50+) 41 sebagai ketua tim (imām) dan tiga orang sahabat dari Quraisy, Abdullah bin Zubair (w.119),  Sa’id bin al-Ash, dan Abdurrahman bin Harits bin Hisyam.

Dalam riwayat lain disebutkan, Utsman mengumpulkan dua belas sahabat yang terdiri dari kalangan Muhajirin dan Anshar. Mereka adalah Nafi’ bin Jubair bin ‘Amr bin Naufal (w. 99), Ubay bin Ka’ab (32 H), Katsir bin Aflah, Anas bin Malik (w. 93 H), Malik bin Amir (w.74 H), Abdullah bin ‘Abbas (w. 68), Abdullah Bin Umar (w.72 H), Abdullah bin ‘Amr bin’Ash (w.63 H). Keempat orang pertama tersebutlah yang menyalin al-Qur’an, kemudian anggota tambahan tersebut diperbantukan untuk menyalin Mushaf-mushaf untuk dikirimkan ke berbagai daerah.

Alasan penunjukkan zaid bin sabit sebagai ketua tim, yaitu: Pertama, ia sudah mempunyai pengalaman menjadi sekertaris Rasulullah. Kedua, karena usianya yang masih muda, ia memiliki kelebihan dalam vitalitas dan kekuatan energinya.  Ketiga, budi pekerti yang luhur. Keempat, cerdas. Kelima, ia pernah hadir dalam pengajaran Jibril dengan Rasul. Keenam, Zaid bukan tipe orang fanatis, ia mudah mendengarkan pendapat sahabat lain. Ketujuh, menguasai beberapa bahasa.

Metode Penulisan

Al-Zarqani menyebutkan beberapa metode tersebut: Pertama, tidak menuliskan riwayat yang ahād. Kedua, tidak menuliskan ayat yang telah di-Nasakh bacaanya.  Ketiga, tidak memasukkan ayat yang tidak dibaca oleh Nabi dalam talaqqi terakhir bersama Jibril.  Keempat, penulisan rasm tanpa tanda diaktrikal sehingga dapat dibaca dengan berbagai Qira’at yang mutawatir. Kelima, tidak memasukkan sesuatu selain al-Qur’an seperti tafsir. Ketujuh, Informan yang membawa hafalan dan manuskrip harus bersumpah bahwa ia telah mendapatkan langsung dari Rasulullah SAW.  Dengan metode ini mereka tidak mungkin memasukkan sesuatu yang masih meragukan atau bahkan berani mendistorsikan ayat-ayat tertentu. Kemudian penulisan al-Quran ini di namai dengan muhshaf utsmani.

Demikian  penjelasan tentang kodifikasi Al-Quran semoga bemanfaat. Amin….