Setan
Setan

Hadis Tentang Setan Dibelenggu Pada Bulan Ramadhan

Posted on

Iqipedia.com – Dalam QS al-Baqarah: 183-185, Allah memerintahkan umat Islam untuk melaksanakan puasa di Bulan Ramadhan selama satu bulan penuh. Untuk memotivasi umat agar melaksanakan kewajiban ini secara maksimal, Allah – melalui lisan Nabi Muhammad saw, memberikan keistimewaan terhadap Bulan Ramadhan dan keutamaan-keutamaan bagi muslim yang melaksanakannya. Di antara hadis yang menyebutkan keistimewaan Bulan Ramadhan adalah sebuah hadis Abu Hurairah ra yang berkata:

قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُبَشِّرُ أَصْحَابَهُ: «قَدْ جَاءَكُمْ رَمَضَانُ، شَهْرٌ مُبَارَكٌ، افْتَرَضَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ، تُفْتَحُ فِيهِ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ، وَتُغْلَقُ فِيهِ أَبْوَابُ الْجَحِيمِ، وَتُغَلُّ فِيهِ الشَّيَاطِينُ، فِيهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ، مَنْ حُرِمَ خَيْرَهَا فَقَدْ حُرِمَ»

Artinya: “Rasulullah Saw. bersabda, memberikan kabar gembira kepada para shahabatnya. :“Telah datang kepada kalian bulan Ramadhan, bulan penuh berkah. Allah telah mewajibkan kalian untuk berpuasa. Pada bulan ini, dibukakan pintu-pintu surga, ditutup pintu-pintu neraka dan setan-setanpun dibelenggu.. Di dalam bulan itu ada satu malam yang lebih baik dari seribu bulan, barangsiapa yang terhalang dari kebaikannya sungguh ia rugi.” (HR. Ahmad)

Hadis di atas disampaikan Nabi pada khutbahnya di akhir bulan Sya’ban, untuk menyambut masuknya bulan Ramadhan. Dalam hadis ini disebutkan keistimewaan Bulan Ramadhan berupa keberkahan yang ada di dalamnya. Wujud dari keberkahan tersebut adalah terbukanya pintu surga, tertutupnya pintu neraka, setan dibelenggu dan adanya malam lailatu qadar. Dengan adanya keberkahan ini, setiap muslim seyogyanya berlomba-lomba melaksanakan berbagai kebajikan agar mendapatkan pahala yang berlipat ganda sehingga pada akhir ramadhan dapat meraih predikat muttaqin.

Problem yang muncul kemudian adalah selama ramadhan, kejahatan masih berlangsung di tengah masyarakat, bahkan cenderung meningkat. Karena itu, boleh masyarakat akan mempertanyakan mengapa di Bulan Ramadhan masih terjadi beragam kejahatan seperti pencurian, perzinaan dan lainnya. Bukankah setan yang menyebabkan semua kejahatan tersebut telah dibelenggu seiring dengan datangnya bulan Ramadhan. Jika pertanyaan ini diabaikan, boleh jadi akan berdampak pada munculnya keraguan terhadap keistimewaan Bulan Ramadhan, dan pada akhirnya mempertanyakan keotentikan hadis yang memuat informasi tersebut.

Validitas Hadis

Penelusuran dengan menggunakan aplikasi hadissoft_4.0.0.0 yang menghimpun 14 kitab hadis menunjukkan bahwa hadis tentang setan dibelenggu diriwayatkan oleh 8 Imam Hadis melalui 19 jalur periwayatan. Rinciannya adalah Imam Malik (1), Imam Ahmad (7), al-Bukhari (1), Muslim (2), Imam al-Turmuzi (1), al-Nasa’i (5), Ibn Majah (1), dan al-Darimi (1 Hadis). Semua jalur periwayatan ini berasal dari shahabat Abu Hurairah ra.

Pos Terkait:  Bulan Ramadhan 2022, Begini Dasar Penetapannya Oleh Pemerintah, NU dan Muhammadiyah

Dari informasi di atas, dapat ditegaskan bahwa validitas hadis ini tidak perlu diragukan mengingat banyaknya Imam hadis yang meriwayatkan. Bahkan dua imam hadis kenamaan, al-Bukhari dan Muslim, turut meriwayatkannya dalam kitab hadis mereka. Hal ini menjadikan kualitas hadis tersebut berada pada posisi tertinggi dari segi kehujjahan, sebagaimana pendapat Jumhur Ulama Hadis.

Adapun menyendirinya Abu Hurairah dalam periwayatan ini tidak menjadi sebuah persoalan mengingat hadis-hadis seperti ini cukup banyak dijumpai dalam khazanah perbendaharaan hadis. Misanya hadis tentang niat yang hanya diriwayatkan oleh Umar ibn al-Khaththab. Dalam kajian ulumul hadis, hadis-hadis ini dikategorikan sebagai hadis gharib masyhur, yaitu hadis yang pada awalnya hanya diriwayatkan oleh seorang perawi (pada thabaqah sahabat), tetapi dalam perkembangannya, kemudian diriwayatkan kembali oleh banyak perawi hingga mukharrijul hadis (Imam Hadis).

Secara kualitas, hadis gharib masyhur dapat bernilai shahih, hasan atau dhaif karena kualitas sebuah hadis tidak ditentukan oleh status jumlah jalur periwayatan. Hanya saja, dalam kasus hadis tentang setan dibelenggu, para ulama sepakat dengan keshahihannya mengingat hadis ini diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan Muslim dalam Kitab Shahih mereka.

Baca juga: Tata Cara Puasa Ramadhan: Syarat, Niat, Yang Membatalkan dan Hikmah Puasa

Fiqhul Hadis

Hadis ini sangat populer dan sering disampaikan oleh para penceramah selama Ramadhan. Boleh jadi, kepopuleran tersebut disebabkan oleh muatannya yang menyebutkan keistimewaan bulan ramadhan sehingga ‘acap’ disampaikan untuk memotivasi umat agar mau melaksanakan ibadah secara maksimal; shiyam dan qiyam ramadhan serta ibadah-ibadah sunnah lainnya. Ini bukanlah sesuatu yang mustahil karena bulan ramadhan adalah syahrun mubarak atau bulan yang diberkahi. Barakah sendiri dimaknai Imam Ahmad dengan مَا يَزْدَادُ بِهِ التقْوَى atau ‘sesuatu yang dengannya ketaqwaan bertambah’. Karena itu, jika Allah menegaskan bahwa bulan ramadhan adalah bulan yang dipenuhi dengan keberkahan, maka mengisi bulan tersebut beragam ibadah, akan dapat menjadikan setiap muslim yang melakukannya meraih derajat muttaqin.

Pemahaman terhadap hadis ini difokuskan terhadap pertanyan mengapa di Bulan Ramadhan masih marak terjadi kejahatan padahal setan telah dibelenggu. Bukankah setan merupakan ‘sosok’ yang selalu menggoda dan menjerumuskan manusia untuk melakukan kedurhakaan kepada Allah. Jika setan dibelenggu, maka manusia tidak tergoda untuk melakukan kemaksiatan sehingga aktivitas kejahatan pun seharusnya tidak ada selama bulan ramadhan.

Pos Terkait:  Tuntunan dan Niat Zakat Fitrah

Menurut Yusuf al-Qaradhawi, hadis ini dapat dimaknai dengan pemahaman bahwa bulan Ramadhan adalah merupakan bulan yang penuh rahmat. Karena itu, pintu-pintu surga dibuka lebar dimaknai dengan sebab-sebab dan pintu-pintu untuk mendapatkan kebaikan dibuka lebar sehingga dapat menjadikan seseorang meraih kebaikan dan menuju ketaatan. Sebaliknya, pintu-pintu penyebab terjadinya kejahatan dan keburukan akan dikurangi sehingga setanpun terbelenggu, tidak bebas  melaksanakan tugas kejahatannya.

Senada dengan pemaknaan di atas, Syuhudi Ismail untuk menegaskan bahwa pemahaman yang lebih tepat untuk hadis di atas adalah pemahaman secara kontekstual. Menurutnya, Ramadhan adalah bulan ibadah dan bulan ampunan. Pada bulan itu, orang-orang yang  beriman berusaha melaksanakan berbagai ibadah, seperti puasa, tadarrus al-Qur’an, qiyam al-layl, zikir, dan berbagai amalan sunnat lainnya. Selama bulan ini, setiap muslim juga menjaga perilaku atau akhlaknya dengan berusaha untuk selalu jujur, menghindari pertengkaran dan menjauhi kemaksiatan.

Dengan demikian, hampir tidak ada celah atau peluang bagi setan untuk mengganggunya selama bulan Ramadhan. Keadaan seperti ini menjadikan para setan terbelenggu, dalam arti tidak dapat menggganggu orang-orang mukmin yang asyik dengan semua ibadah tersebut. Dengan sendirinya, suasana ini menjadikan pintu surga terbuka lebar dan pintu neraka terkunci rapat. Sebaliknya, bagi orang-orang yang tidak menjalankan berbagai aktivitas ibadah dan kebajikan lainnya, serta tidak berusaha menjaga diri dari berbagai kemaksiatan, maka walaupun berada di Bulan Ramadhan, setan tetap saja dapat bebas mengganggu mereka, pintu surga tertutup, dan neraka terbuka. Jadi, yang menjadikan setan terbelenggu bukanlah semata-mata bulan Ramadhan, melainkan karena dalam bulan ini, orang-orang beriman berusaha melakukan berbagai ibadah dan amal kebajikan.

Pos Terkait:  Imam Syafi’i : Guru, Pemikiran, Karya, Qaul Jadid, Qadim

Berbeda dengan pandangan kedua ulama di atas, menurut penulis, hadis ini tetap dapat dipahami secara tekstual. Di Bulan Ramadhan, setan memang dibelenggu. Namun, ini tidak berarti bahwa kejahatan dan kemaksiatan akan berkurang atau menghilang. Bukankah penyebab terjadinya kejahatan juga dapat disebabkan oleh hawa nafsu yang menguasai dan mengendalikan jiwa. Pada awalnya, ketika seseorang melakukan kemaksiatan, mungkin karena godaan setan. Tetapi ketika ia terjerumus untuk yang kedua kali, peran setan telah berkurang. Bahkan makhluk penggoda ini tidak perlu melakukannya lagi ketika orang tersebut telah menjadikan kemaksiatan sebagai tabiat atau kebiasaan. Mereka inilah yang disebut oleh Allah sebagai orang-orang yang menjadikan hawa nafsu sebagai ‘tuhan’, seperti dinyatakan dalam QS al-Jatsiyah: 23.

أَفَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَٰهَهُ هَوَاهُ وَأَضَلَّهُ اللَّهُ عَلَىٰ عِلْمٍ وَخَتَمَ عَلَىٰ سَمْعِهِ وَقَلْبِهِ وَجَعَلَ عَلَىٰ بَصَرِهِ غِشَاوَةً فَمَنْ يَهْدِيهِ مِنْ بَعْدِ اللَّهِ ۚ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ.

Artinya: “Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?”

Kesimpulan

 Dari uraian di atas, agaknya pemahaman terhadap hadis tentang setan dibelenggu selama ramadhan, dapat dilakukan secara tekstual dan  kontekstual. Walaupun terjadi perbedaan dalam proses pemahaman, namun perbedaan tersebut bukan sesuatu yang prinsip karena hasil pemahaman kedua proses tersebut tetap bermuara pada satu hal, yaitu seseorang yang berpuasa harus menjaga puasanya, giat beribadah sunat dan sekaligus menahan diri dari dorongan atau godaan melakukan kemaksiatan. Inilah yang harus disampaikan kepada setiap muslim selama ramadhan agar mereka dapat memperoleh barakah berupa predikat muttaqin setelah melaksanakan ibadah puasa.

Wallahu a’lam bish-shawab.

Penulis: Hedhri Nadhiran, Dosen UIN Raden Fatah Palembang.

Baca juga: Tingkatan Nafsu Manusia