Sejarah Sholat Tarawih 8 Raka'at dan 20 Raka'at
Sejarah Sholat Tarawih 8 Raka'at dan 20 Raka'at

Nafsu Manusia, Pengertian dan Derajatnya

Posted on

Iqipedia.com – Kalau anda bertanya-tanya siapa aku, kenapa aku bisa begini, bisa begitu, pengin ini, pengen itu. Kenapa orang ada yang kayak geni kayak gitu.  Pertanyaan-pertanyaan seperti itu wajar terjadi, karena manusia ingin mengenali dirinya. Untuk menjawab pertanyaan tersebut artikel ini akan mebahasnya mengenai bagian manusia dari segi jiwanya.

Jiwa ini dalam bahasa arab di sebut dengan nafsu.

Nafsu adalah bagian dari diri manusia, yang masuk struktur bagian jiwa. Pada hakikatnya Jiwa inilah yang mengatur jasad manusia menjadi ini menjadi itu. Jasad hanya melaksankan perintah nafsu. Analoginya, Nafsu di ibaratkan seperti raja dan jasad sebagai  perajurit yang hanya melaksanakan jika di perintah oleh sang raja.

Lalu, bagaimana sebenarnya nafsu, nafsu itu meliputi apa saja dan bagaimana derajat nafsu di sisi Tuhannya. Mari kita bahas bersama-sama.

Pengertian Nafsu

Nafsu berasal dari bahasa Arab yaitu nafs yang bermakna jiwa, ruh, jasad, orang, diri sendiri, semangat, hasrat dan kehendak. Nafsu dalam al-Qur’an diartikan sebagai sesuatu yang terdapat dalam diri manusia yang menghasilkan tindakan.

Bagian-Bagian Nafsu

Nafsu adalah jiwa manusia. Jiwa ini menurut al-Ghazali, terdiri dari tiga macam. Yaitu fuad, shadr dan hawa.

Pertama  fuad

Fu’ad merupakan potensi di dalam manusia yang berkaitan dengan indrawi. Fuad inilah yang mengolah informasi dan berada dalam otak manusia. Fuad mempunyai tanggung jawab intelektual yang jujur kepada apa yang dilihatnya. Potensi ini cenderung dan selalu merujuk kepada objektivitas, kejujuran dan jauh pada sifat kebohongan.

Pos Terkait:  ‘Am dan Khas : Pengertian 'Am, Lafadh 'Am, Macam-Macam Khas

Fu’ad ini yang memberikan ruang untuk akal, berfikir, bertafakur, memilih dan mengolah seluruh informasi yang masuk dalam qalbu manusia. Sehingga lahirlah ilmu pengetahuan. Fu’ad dapat menangkap fenomena alam luar dan alam, sehingga dapat melihat berbagai tanda-tanda yang kemudian di olah menjadi .

Kedua shodr

Shodr merupakan potensi yang berperan untuk merasakan dan menghayati. shadr ini berfungsi sebagai emosi seperti merasa marah, benci, cinta, keindahan dan sebagainya. Shadr mempunyai potensi besar untuk menyimpan hasrat, kemauan, niat kebenaran dan keberanian yang sama besarnya dengan kemampuannya untuk menerima kebenaran ilmu pengetahuan.

shodr ini adalah tempat berkecamuknya pertempuran antara yang haq dan yang bathil, rasa cemas dan rasa optimis.

Ketiga Hawa

Hawa merupakan potensi yang menggerakkan kemauan. Di dalamnya ada ambisi, kekuasaan, pengaruh dan keinginan untuk mendunia. Potensi yang ketiga merupakan potensi yang paling berbahaya.

Potensi hawaa memiliki kecenderungan terhadap duniawi  dan menginginkan nikmat dunia yang bersifat fana’.

Karena kedudukan hawaa yang lebih condong terhadap duniawi, penuh dengan aksesoris, menginginkan  kenikmatan dan seksual maka hawaa ini cenderung menginginkan kebutuhan perut dan kelamin manusia. Seperti rasa lapar, haus kenyang dan gairah seksual.

Potensi hawaa selalu berorientasi kepada kesenangan sesaat dan segala sifat yang bersifat duniawi.

Oleh karena itu apabila ia terkena bujukan setan,maka  hawaa akan menjadi nyala api yang membakar dan menghitamkan seluruh diri manusia.

Meskipun demikian, hawaa adalah potensi yang berada dalam diri manusia untuk memenuhi ketuhan biologis manusia. Bila di kelola dengan baik maka ia dapat  menolong manusia untuk menjadi penunjang fuad dan shodr dalam mewujudkan keinginan fu’ad dan shadr.

Derajat Nafsu

Para ulama membagi nafsu menjadi tiga tingkatan, sebagai beriku:

Pos Terkait:  Materi Ilmu Tauhid - WebBook
Pertama nafsu amarah

Al-Ghazali menjelaskan bahwa nafsu ini adalah nafsu yang selalu mengajak terhadap keburukan. Seseorang yang masih taraf nafsu ini, ia akan tertawan oleh nafsunya itu, serta ia selalu mengikuti perintah hawa nafsunya dalam melakukan dosa dan keburukan.29 Nafsu di isyaratkan dalam surah yusuf:

۞ وَمَآ اُبَرِّئُ نَفْسِيْۚ اِنَّ النَّفْسَ لَاَمَّارَةٌ ۢ بِالسُّوْۤءِ اِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّيْۗ اِنَّ رَبِّيْ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ

Artinya: “Diriku (Zulaihah) tidak dapat bebas, sesungguhnya nafsu memerintahkan kepada keburukan kecuali sesuatu yang dikasihi Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Pengasih”

Ayat ini dalam konteks khusus menjelaskan alasan Zulaihah mengapa menggoda Nabi Yusuf as.? Ia menjelaskan bahwa nafsunya itu selalu mengajak untuk melakukan dosa dan keburukan. Kata laamarah, di ungkapkan dengan menggunakan lam taukid, dan kata ammarah di  ungkapkan dengan menggunakan shighat mubalaghah, ini memberikan arti bahwa nafsu amarah sangat tinggi dalam mengajak keburukan dan melakukan dosa. Walau damikian nafsu ini bukan tidak dapat di kalahkan, nafsu ini dapat di kalahkan dengan bersungguh-sungguh dengan melawannya dan meminta pertolongan Allah dengan doa dan mengingat ajaranya, seperti halnya Nabi Yusuf ketika di ajak Zulaihah melakukan keburukan, beliau menolaknya serta lebih memilih mengikuti perintah Allah dan menjauhi ajakan Zulaihah.

Kedua nafsu lawwamah

Nafsu lawwamah Ia adalah nafsu yang silih berganti dalam melakukan dosa dan ketaatan. Pada suatu waktu ia melakkukan dosa serta pada waktu lain yang ia akan melakukan ketaatan. Ketika ia melakukan dosa ia akan mencela perilakunya itu, maka dari itu nafsu ini di namakan nafsu lawwamah, karena mencela pelakunya. Menurut al-Razi nafsu ini adalah golongan nafsu yang buruk.

Pos Terkait:  Ikhlas dan Riya': Pengertian, Tips dan Derajatnya

nafsu ini di isyaratkan dalam surah al-Qiyamah ayat 2:

وَلَآ اُقْسِمُ بِالنَّفْسِ اللَّوَّامَةِ

Artinya: “Kami tidak akan bersumpah dengan nafsu lawwamah,yang mencaci pelakunya”

Ketiga nafsu muthmainnah

Nafsu muthmainnah adalah nafsu yang selalu istiqamah dalam iman dan taat kepada Allah swt. serta ia akan selalu condong kepada kebaikan. Ini adalah nafsu yang di ridhahi Allah swt. serta si pemeliknya ridha pula terhadap Allah. Nafsu ini di isyaratkan dalam Alquran dalam surah al-fajr ayat 27-28:

يٰٓاَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَىِٕنَّةُۙارْجِعِيْٓ اِلٰى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَّرْضِيَّةً ۚفَادْخُلِيْ فِيْ عِبٰدِيْۙ وَادْخُلِيْ جَنَّتِيْ ࣖࣖ

Artinya: “wahai nafsu yang tenang kembalilah kepada Tuhanmu, masuklah dalam golongan hamba-Ku, dan masuklah dalam surga-Ku”

Nafsu ini lantas tidak mudah di dapatkan manusia mengingat manusia memiliki banyak potensi yang mengarah terhadap nafsu amarah dan lawwamah seperti suka harta, suka wanita, kemewahan (Al-Quran, 6: 14) dan lain sebagainya. Oleh karena itu untukmendaapatkan nafsu muthmainnah di perlukan perjuangan yang sungguh-sungguh, sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw.:

المجاهدون من جاهدنفسه في طاعةالله

Artinya: “Seorang mujahid adalah orang yang bersungguh-bersungguh dalam mengikuti perintah Allah”. (HR. Tirmidzi, Hasan Shahih)35

Dari hadis nabi saw. “kita kembali dari jihad kecil menuju jihad besar” di atas maka dapat di pahami bahwa jihad yang besar itu adalah jihad melawan nafsu amarah dan lawwaamah serta meningkatkannya menjadi nafsu muthmainnah. Hal ini harus di lakukan dengan kesungguhan dan serius sesuai makna jihad secara bahasa.

Demikian pembahasan kita kali ini semoga bermanfaat.

Materi kuliah