Faktor seseorang beragama
Faktor seseorang beragama

5 Faktor Seseorang Beragama Versi Al-Quran dan Hadis

Posted on

Iqipedia.com – Sebagaimana di jelaskan dalam artikul sebelumnya, bahwa fitrah manusia beriman kepada Allah Swt. serta dirinya mengakui secara langsung bahwa Allah lah yang berhak menjadi Tuhannya.  Tetapi dalam realitasnya yang terjadi pada saat ini manusia banyak memilih tuhan-tuhan selain Allah. Serta hal tersebut terjadi di mana-mana, tidak peduli itu di negeri barat atau timur, putra umat islam atau non muslim bahkan yang paling ironi putra tokoh agama pun atau bahkan putra dari terdapat juga yang beragama non muslim. Lalu bagaimana faktornya kok bisa terjadi demikian, Al-Quran dan hadis mesjelaskannya sebagaimana berikut ini.

Faktor -Faktor seseorang beragama
1. Karena Faktor Orang Tua

Faktor seseorang beragama yang pertama adalah faktor orang tua. Hal ini di jelaskan dalam hadis Nabi Muhammad Saw.

كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ

Artinya: “Setiap anak dilahirkan atas fitrahnya. Kedua orang tuanyalah yang menjadikannya mereka Yahudi, Majusi, atau Nasrani.” (HR. Bukhari)

hadis ini menjelaskan, bahwa manusia ketika lahir masih dalam fitrahnya, yaitu beriman kepada Allah Swt. sebagaimana QS. Al-A’raf: 172,  Kemudian kedua orang tuanya lah yang merubah fitrah manusia itu, sehingga manusia beragama sesuai agama orang tuanya. Bisa beragama yahudi, nasrani, hindu, budha, konghucu, dll sesuai agama orang tuanya.

Baca juga: Peran Orang Tua Dalam Pendidikan Tauhid

Orang tua memiliki peran yang sangat besar dalam menentukan agama seseorang, karena orang tua memiliki jasa yang sangat besar dalam kehidupan seseorang mulai lahir, dewasa bahkan hingga meninggal. Selain itu dalam tradisi masyarakat memiliki hukum adat bahwa tidak boleh membantah titah dan perintah orang tua,  bahkan dalam mitos tak jarang bahwa kutukan orang tua menjadi kenyataan. Misalnya yang kondung, malin kundang, yang di kutuk jadi batu. Superioritas orang tua berlaku kencang di berbagai masyarakat luas. Faktor ini di karenakan masyarakat memang masih memiliki pengetahuan yang minim, kalau masyarakat sudah memiliki pengetahuan keagamaan yang kuat pasti ia akan membebaskan putra putrinya untuk memilih sesuai kehendaknya. Karena pada hakikatnya manusia akan bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri-sendiri, bukan orang taunya.

Padahal, Allah memperbolehkan melanggar perintah kedua orang  jika bertentangan dengan Islam. Dan al-Quran dengan sangat tegas melarang kemusyrikan atas dasar perintah orang tua. Allah berfirman:

 وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلَى أَنْ تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا

Artinya: “Jika kedua orang tua kalian memaksa untuk menyekutukan Allah Swt. terhadap sesuatu yang tidak memilki ilmu maka jangan di ikuti” (QS. Luqman: 15)

Baca juga: Pendidikan Anak Dalam Islam

2. Karena Faktor Pengaruh Setan

Faktor seseorang beragama yang kedua adalah faktor pengaruh setan, sebagaimana penjelasan hadis Nabi Muhammad Saw:

وَإِنَّ الشَّيَاطِينَ أَتتهُمْ فَاجْتَالَتْهُمْ عَنْ دِينِهِمْ وَحَرَّمَتْ عَلَيْهِمُ الَّذِي أَحْلَلْتُ لَهُمْ وَأَمَرَتْهُمْ أَنْ يُشْرِكُوا بِي مَا لَمْ أُنْزِلْ بِهِ سُلْطَانًا

Artinya: “Kemudian setan-setan datang kepada mereka dan memalingkan mereka dari agama Islam, setan mengharakan  segala sesuatu yang telah Allah halalkan serta memerintahkan untuk menyekutukan Allah.” (HR. Ibn Hibban)

Hadis ini menjelaskan bahwa setan akan datang kepada manusia untuk memalingkan manusia dari agamanya, mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram. Dan setan akan memerintahkan manusia untuk menyekutukan Allah Swt.

Pos Terkait:  ‘Am dan Khas : Pengertian 'Am, Lafadh 'Am, Macam-Macam Khas

Penjelasan setan menggoda manuisa tidak hanya itu, banyak sekali al-Quran dan hadis yang menjelaskan. Misalnya QS. Al-A’raf  menjelaskan bahwa setan sudah berikrar akan selalu menyesatkan manusia dari jalan yang lurus serta setan akan menggoda manusia dari sisi depan, belakang, kanan dan kiri manusia (QS. Al-A’raf, 7:16-17).

Setan juga akan melakukan berbagai cara untuk mengelabuhi manusia, seperti menggoda lewat lewat faktor ekonomi  dan pernikahan beda agama, maka orang yang tidak kuat imannya maka akan rela meninggalkan agamanya demi ekonomi dan pasangan.

3. Karena Faktor Mengikuti Hawa

Faktor seseorang beragama yang ketiga adalah faktor mengikuti hawa nafsu. Hal ini diuraikan al-Quran dalam  surah al-Furqan ayat 43:

اَرَءَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ اِلٰهَه هَوٰهُ اَفَاَنْتَ تَكُوْنُ عَلَيْهِ وَكِيْلًا 

Artinya: “Sudahkah engkau (Muhammad) melihat orang yang menjadikanhawa nafsunya sebagai tuhannya. Apakah engkau akan menjadikany sebagai wakil” (Al-Furqan, 25:43)

Ayat ini menjelaskan bahwa terdapat segolongan manusia yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhan. Al-Thabari menjelaskan penuhanan terhadap hawa nafsu menjadi faktor dibalik penyembahan dan penuhanan terhadap berhala-berhala yang terjadi pada masa jahiliyah.

Hal tersebut terjadi karena mereka mengikuti hawa nafsunya. Hawa nafsu merupakan sesuatu yang besar dalam menetukan kehidupan manusia termasuk juga dalam beragama.

Baca juga: Nafsu Manusia

Imam Ghazali menjelaskan bahwa hawa nafsu adalah bagian dari jiwa manusia.  hawa ini terus menerus bertempur dengan hati untuk mengusai jiwa manusia. Jika hatinya yang kalah maka ia tertawan dan nafsulah yang mengusai jiwanya. Sehingga si nafsu dapat memerintahkan dan menggerakkan jiwa dan jasadnya untuk melakukan hal-hal yang buruk. Hal ini di nyatakan secara tegas dalam al-Quran. Allah berfirman:

 وَمَآ اُبَرِّئُ نَفْسِيْۚ اِنَّ النَّفْسَ لَاَمَّارَةٌ ۢ بِالسُّوْۤءِ اِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّيْۗ اِنَّ رَبِّيْ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ

Artinya: “Jiwaku tidak bebas dari kesalahan karena sesungguhnya nafsu itu selalu mendorong kepada kejahatan, kecuali (nafsu) yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Yusuf: 53)

Tetapi jika yang memenangi pertempuran adalah hati, maka hati akan menawan si nafsu dan hati akan mengusai jiwa dan raga manusia dan memerintahkannya dalam kebajikan. Maka manusia yang seperti akan naik derajatnya di sisi Allah dan menjadi hamba yang ridhai Allah serta akan selalu kembali dan berada di jalan Swt. Sebagaiman firman Allah:

يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ ارْجِعِي إِلَى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَّرْضِيَّة

Artinya:  “Wahai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan ridha lagi diridhai-Nya,” (QS. al-Fajr : 27-28).

4. Karena Faktor Ilmu

Faktor seseorang beragama yang keempat adalah faktor ilmu dan akal. Manusia tidak beragama Islam itu terjadi karena mereka tidak menggunakan akalnya untuk berfikir kenapa hal-hal dan sesuatu yang tidak logis dan tidak memberi mafaat dan madarat di jadikan tuhan. Andai manusia menggunakan akalnya untuk berfikir maka mereka pasti akan mengetahui dan menemukan Tuhan yang benar. sebagaimana kisah Nabi Ibrahim As. dalam mencari Tuhan yang di abadikan dalam al-Quran:

Pos Terkait:  Agama-Agama Pra Islam

فلَمَّا جَنَّ عَلَيْهِ الَّيْلُ رَاٰ كَوْكَبًا قَالَ هٰذَا رَبِّيْ فلَمَّا اَفَلَ قَالَ لَا اُحِبُّ الْاٰفِلِيْنَ فَلَمَّا رَاَ الْقَمَرَ بَازِغًا قَالَ هٰذَا رَبِّيْ فَلَمَّا اَفَلَ قَالَ لَئنْ لَّمْ يهْدِنِيْ رَبِّيْ لَاَكُوْنَنَّ مِنَ الْقَوْمِ الضَّاۤلِّيْنَ فَلَمَّا رَاَ الشَّمْسَ بَازِغَةً قَالَ هٰذَا رَبِّيْ هٰذَا اَكْبَرُ فلَمَّا اَفلَتْ قَالَ يقَوْمِ اِنِّيْ بَرِيْۤءٌ مِّمَّا تُشْرِكُوْنَ اِنِّيْ وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِيْ فَطَرَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ حَنِيفًا وَّمَا اَنَا مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ

Artinya: “Ketika malam telah menjadi gelap, dia (Ibrahim) melihat sebuah bintang  (lalu) dia berkata, “Inilah Tuhanku.” Maka ketika bintang itu terbenam dia berkata, “Aku tidak suka kepada yang terbenam.”  Lalu ketika dia melihat bulan terbit dia berkata, “Inilah Tuhanku.” Tetapi ketika bulan itu terbenam dia berkata, “Sungguh, jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang-orang yang sesat.”  Kemudian ketika dia melihat matahari terbit, dia berkata, “Inilah Tuhanku, ini lebih besar.” Tetapi ketika matahari terbenam, dia berkata, “Wahai kaumku, Sungguh, aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan.” Aku hadapkan wajahku kepada (Allah) yang menciptakan langit dan bumi dengan penuh kepasrahan (mengikuti) agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang musyrik. (QS. Al An’am: 76 – 79)

Selain kisah nabi Ibrahim As. ada juga kisah Firaun, yang pada saat tenggelam mengakui Ketuhanan Allah. Padahal sebelumnya ia adalah raja dan medeklarasikan dirinya sebagai tuhan. Allah berfirman:

وَجَاوَزْنَا بِبَنِيْ اِسْرَاۤءِيْلَ الْبَحْرَ فَاَتبعَهُمْ فِرْعَوْنُ وَجُنوْدُه بغْيًا وَّعَدْوًا حَتّٰى اِذَا اَدْرَكَهُ الْغَرَقُ قَالَ اٰمَنْتُ اَنَّه لَا اِلٰهَ اِلَّا الَّذِيْ اٰمَنَتْ بِه بنوْا اِسْرَاۤءِيْلَ وَاَنَا مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ اٰۤلْٰانَ وَقَدْ عَصَيْتَ قبْلُ وَكُنْتَ مِنَ الْمُفْسِدِيْنَ

Artinya: “Dan Kami selamatkan Bani Israil melintasi laut, kemudian Fir‘aun dan bala tentaranya mengikuti mereka, untuk menzalimi dan menindas (mereka). Sehingga ketika Fir‘aun hampir tenggelam dia berkata, “Aku percaya bahwa tidak ada tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani Israil, dan aku termasuk orang-orang Muslim. Mengapa baru sekarang (kamu beriman), padahal sesungguhnya engkau telah durhaka sejak dahulu, dan engkau termasuk orang yang berbuat kerusakan”

Selain kisah Nabi Ibrahim As. dan Firun di atas, al-Quran juga mencoba mengingatkan orang yang tidak beriman dengan dalil-dalil logis. Misalnya pertama, Apakah kita akan memohon kepada sesuatu selain Allah, padahal ia tidak dapat memberi manfaat dan mudarat (QS. al-‘Am,3:71); Kedua,  seperti orang dalam keadaan kebingungan yang disesatkan setan di muka bumi (QS. al-‘Am,3: 71); Ketiga, orang-orang yang mereka sembah selain Allah, ia tidak dapat mengabbulkan sesuatupun bagi mereka, melainkan ia seperti orang yang membukakan kedua telapak tangannya ke dalam air supaya sampai air ke mulutnya, padahal air itu tidak dapat sampai ke mulutnya ( QS. Ar-Ra`d, 13: 14 ); Keempat,  perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah adalah seperti laba-laba yang membuat rumah. Sedangkan rumah yang paling lemah adalah rumah laba-laba.

Dalil-dalil Keesaan  Allah yang paling populer yang sering dikemukan oleh para teolog ialah surah Al-Biya’ ayat  22-24. Allah berfirman:

Pos Terkait:  Moderasi Beragama : Pengertian, Karakteristik dan Prinsip-Prinsipnya

لَوْ كَانَ فِيْهِمَا اٰلِهَةٌ اِلَّا اللّٰهُ لَفَسَدَتَا فَسُبْحٰنَ اللّٰهِ رَبِّ الْعَرْشِ عَمَّا يَصِفُوْنَ لَا يُسْئلُ عَمَّا يفْعَلُ وَهُمْ يُسْـَلُوْنَ اَمِ اتَّخَذُوْا مِنْ دُوْنِه اٰلِهَةً قُلْ هَاتوْا برْهَانَكُمْ هٰذَا ذِكْرُ مَنْ مَّعِيَ وَذِكْرُ مَنْ قبْلِيْ بَلْ اَكْثرُهُمْ لَا يعْلَمُوْنَ الْحَقَّ فهُمْ مُّعْرِضُوْنَ

Artinya: “Seandainya pada keduanya (di langit dan di bumi) ada tuhan-tuhan selain Allah, tentu keduanya telah binasa. Mahasuci Allah yang memiliki ‘Arsy, dari apa yang mereka sifatkan.  Dia (Allah) tidak ditanya tentang apa yang dikerjakan, tetapi merekalah yang akan ditanya. Atau apakah mereka mengambil tuhan-tuhan selain Dia? Katakanlah (Muhammad), “Kemukakanlah alasan-alasanmu! (Al-Qur’an) ini adalah peringatan bagi orang yang bersamaku, dan peringatan bagi orang sebelumku.” Tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui yang hak (kebenaran), karena itu mereka berpaling. (QS. Al-Anbiya’: 22-24)

Ayat ini menjelaskan jika terdapat banyak Tuhan maka akan rusaklah langin dan bumi. Pakar teologi menjelaskan logikanya ayat ini dengan menganalogikan Tuhan dengan pemimpin. Jika terdapat dualisme otoritas (pemimpin) atau bahkan lebih akan sering menimbulkan dua keputusan yang berbeda atau bahkan lebih, jika yang terjadi demikian maka sesuatu yang dipimpin tidak akan setabil atau malah bahkan merusak. Misalnya tuhan satunya menginginkan matahari terbit ditimur sedangkan yang satunya menginginkan matahari terbit di selatan maka mataharinya tidak akan terbit karena saling Tarik menarik keputusan.

5. Karena Faktor Takdir

Faktor seseorang beragama yang kedua adalah karena faktor takdir. Manusia tidak beriman kepada Allah itu terjadi karena memang sudah kehendak Allah Swt. Allah berfirman:

وَلَو شَاءَ رَبُّكَ لَأمَنَ مَن فِي ٱلأَرضِ كُلُّهُم جَمِيعًا أَفَأَنتَ تُكرِهُ ٱلنَّاسَ حَتَّىٰ يَكُونُواْ مُؤمِنِينَ  وَمَا كَانَ لِنَفسٍ أَن تُؤمِنَ إِلَّا بِإِذنِ ٱللَّهِ وَيَجعَلُ ٱلرِّجسَ عَلَى ٱلَّذِينَ لَا يَعقِلُونَ

Artinya: “Dan jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya. Dan tidak ada seorangpun akan beriman kecuali dengan izin Allah; dan Allah menimpakan kemurkaan kepada orang-orang yang tidak mempergunakan akalnya”

Dalam tafsir al-Thabari di jelaskan bahwa iman manusia di muka bumi adalah kehendak Allah swt. jika Allah swt. menghendaki beriman maka tentulah semua penduduk bumi akan beriman dan membenarkan Rasululllah saw. Mereka menolaknya karena takdir mereka pada zaman azali memang tidak beriman, tidak mengikuti, dan tidak membenarkan kerasulan engkau.

Menurut Ibnu Abbas ayat tersebut dan ayat yang semacam itu, adalah informasi dari  Allah swt. karena Nabi Muhammad Saw. senang melihat semua manusia beriman dan mengikuti ajarannya. Dengan demikian Allah menurunkan ayat tersebut dan semacamnya sebagai penjelasan bahwa mereka tidak akan beriman karena di takdirkan baik. Begitu sebaliknya seseorang tidak tersesat karena dia tidak di takdirkan celaka.

Baca juga:

  1. Takdir Manusia
  2. Artikel Lengkap Nilai-Nilai Hirarki Al-Quran
  3.  Jurnal Kerangka Kerja Metode Hermeneutika Kontekstual Abdullah Saeed

Penulis: Abd. Muqit