Iqipedia.com – Konsep Mata Uang Dalam Islam adalah alat tukar yang di masyarakat dalam melakukan teransaksi jual beli untuk memenuhi kebutuahan sehari-hari. Islam yang datang pada abad ke tujuh masehi memiliki konsep keuangan sendiri. Namun dalam perkembangan keuangan dalam Islam mengalami perkembangan dan umat Islam dalam keuangannya mengikuti konsep keuangan negaranya masing-masing. Artikel ini akan membahas sejarah mata uang dalam Islam dan hukum menggunakan uang negaranya masing-masing.
A. Mata Uang Dalam Islam Pada Masa Klasik
Dalam ekonomi Islam, secara etimologi uang berasal dari kata al-naqdu-nuqud. Pengertiannya ada beberapa makna, yaitu:
- Al-Naqdu: yang baik dari dirham, dikatan dirhamun naqdun, yaitu baik. Ini adalah sifat.
- Al-Naqdu: Meraih dirham, dikatakan naqada al-darâhima yaquduha naqdan, yakni meraihnya (menggenggam, meraihnya).
- Al-Naqdu: Membedakan diham dan mengeluarkan yang palsu.
- Al-Naqdu: Tunai, lawan tunda, yakni memeberikan bayaran segera. Kemudian digunakan atas yang dibayarkan, termasuk penggunaan masdar (akar kata) terhadap isim maf‟ul (menunjukkan objek).
Kata nuqud tidak terdapat dalam Al-Qur’an maupun Hadis karena bangsa Arab umumnya tidak menggunakan kata nuqud untuk menunjukkkan harga. Mereka menggunakan kata dinar untuk menunjukkan mata uang yang terbuat dari emas dan kata dirham untuk menunjukkan mata uang yang terbuat dari dari perak. Mereka juga mengunakan kata wariq untuk menunjukkan dirham perak, kata „ain untuk menunjukkan dinar emas. Sementara itu kata fulus (uang lembaga) adalah alat tukar tambahan untuk membeli barang-barang murah.
Pengertian uang dari segi islitah menurut Dr. Ismail Hasan, uang adalah pengganti meteri terhadap segala aktivitas ekonomi, yaitu media atau alat yang memberikan kepada pemiliknya daya beli untuk memenuhi kebutuhannya, juga dari segi perundangan menjadi alat bagi pemiliknya untuk memenuhi segala kewajibannya. Uang menurut para ahli ekonomi kontemporer, uang didefinisikan dengan benda-benda yang disetujui oleh masyarakat sebagai alat perantara untuk mengadakan tuka-rmenukar atau perdagangan dan sebagai standar nilai.
B. Alat Tukar Dalam Islam Beralaih Ke Mata Uang
Sedangkan menurut KBBI uang adalah alat tukar atau standar pengukur nilai (kesatuan hitungan) yang sah, dikeluarkan oleh pemerintah suatu negara berupa kertas, emas, perak, atau berupa logam yang lain yang dicetak dengan bentuk dan gambar tertentu. Jadi dapat disimpulkan bahwa uang adalah kesepakatan masyarakat mengenai alat tukar dalam transaksi yang berupa kertas, emas, perak, atau berupa logam lain yang keberadaannya dijamin oleh pemerintah dan negara sehingga sah untuk dijadikan alat tukar dalam transaksi untuk mengukur nilai. Menurut Ahmad Hasan, ada beberapa beberapa faktor yang mempengaruhi perubahan uang ke bentuk kertas sebagaimana berikut:
- Faktor militer Perang Dunia I tahun 1914 mendorong sebagian besar negara mempersiapkan cadangan emas dan perak mereka untuk membiayai keperluan perang. Kemudian negara-negara yang terlibat dalam perang menemukan kesulitan-kesulitan untuk mengangkut emas dan perak ke tempat-tempat di mana kekuatan militer berada sehingga membuat pembiayaan semakin bertambah. Kondisi kacau ini membuat orang-orang untuk menarik simpanan mereka di bank dalam bentuk kertas-kertas banknote yang bisa ditukarkan. Akhirnya, semua itu berbagai negara bersepakat untuk meninggalkan uang emas dan perak kemudian menggantinya dengan uang kertas.
- Faktor politis Negara-negara koloni menemukan bahwa kertas-kertas ini sesuai dengan kepentingan politiknya karena pemberlakuan uang kertas berada di bawah kontrol kekuasaan negara secara total, berbeda dengan uang emas dan perak yang tergantung pada pertimbangan hal-hal lain, yaitu temuan baru pertambangan emas dan perak. Kemudian munculnya Nazi dan fasisme di Eropa dan prediksi akan terjadinya perang dunia kedua membuat politik semakin tidak stabil yang berakibat pada keselamatan sistem keuangan merosot tajam. Persoalan ini membuat kawatir pemerintah lalu memberlakukan uang kertas dan pembatalan penggunaan emas dalam transaksi. Dr. Hisyam Mutawali menurut beliau “Ada beberapa sebab kekacauan yang menimpa sistem moneter dunia, pada intinya kembali pada konflik kepentingan antara negara-negara industri di belahan barat dan upaya negara yang paling utama, saya maksudkan Amerika Serikat, untuk menguasai perekonomian dunia dan memformat sesuai dengan segala kepentingannya.”
- Faktor ekonomi Para pakar ekonomi menyebutkan beberapa faktor ekonomi yang mendorong dunia meninggalkan sistem emas adalah: 1) Hilangnya era perdagangan bebas dunia. 2) tidak seimbangnya peredaran saldo emas. 3) tidak cukupnya emas untuk penggunaan keuangan.
Aturan sistem keuangan yang berlaku saat ini, telah bergeser dari semula. Pada mulanya jumlah uang yang beredar dikeluarkan dan dikontrol oleh negara. Namun sekarang mayoritas uang yang beredar (berpindah tangan) saat ini dilakukan oleh elektronik, oleh berbagai pihak, bukan lagi dikeluarkan oleh negara, akan tetapi dikeluarkan oleh lembaga perbankan melalui sistem perbankan yang berlaku (Giro Wajib Minimum, atau Reserve Requirement Ratio), atau Sistem Cadangan Sebagian (Fractional Reserve System).
Sistem Giro Wajib Minimum (GWM), atau Fractional Reserve System adalah sistem keuangan yang memberikan hak atau kekuasaan kepada perbankan (baik milik negara atau swasta), untuk menciptakan uang, melalui pemberian utang (kredit) kepada nasabahnya yang besarnya didasarkan kepada Giro Wajib Minimum yang ditetapkan oleh bank sentral.
Dalam kenyataan, potensi penciptaan uang tersebut akan terealisasi dengan penuh bila seluruh transaksi simpan pinjam dana di masyarakat melibatkan perbankan, dan perbankan mematuhi aturan yang ditetapkan oleh bank sentral. Dalam penciptaan uang baru ada tiga cara yaitu:
- Mencetak uang kertas dan uang logam oleh negara, melalui percetakan uang ini negara mendapat keuntungan, yang dinamakan Seignoirage, yang dimasukkan ke APBD sebagai pendapatan negara. Seignoirage yang paling sederhana adalah selisih antara biaya pembuatan uang fiat (nilai intrinsik) dengan nilai niminal uang tersebut.
- Melalui pengadaan utang dan pinjaman oleh perbankan.
- Melalui kebijakan pemerintah, misalnya seperti pelonggaran jumlah uang beredar (Quantitative Easing). bila bank sentral melongarkan kredit, dengan tujuan mendorong pergerakan ekonomi nasional, biasanya jumlah uang beredar bertambah, dan konsekuensinya akan meningkatkan inflasi dan nerampok daya beli masyarakat.
C. Hukum Menggunakan Mata Uang Dalam Islam
Mata Uang Dalam Islam memerlukan hukum untuk memenuhi kejelasan hukumnya. Majlis al-Majma’ al-Fiqhi al-Islami telah meneliti sebuah riset yang diajukan terkait masalah mata uang kertas dan hukum-hukum syar’i nya. Setelah didikusikan diantara anggota majlis maka diputuskan hal-hal sebagai berikut :
- Bahan awal alat pembayaran (an-naqd) adalah emas dan perak
- Illat (sebab hukum-pent) berlakunya hukum riba pada emas dan perak adalah tsamaniyah (standar alat pembayaran) menurut pendapat yang paling shahih di kalangan para pakar ilmu fikih
- Kriteria tsamaniyah ini menurut fuqaha tidak hanya terbatas pada emas dan perak sekalipun asalnya materi adalah emas dan perak
- Mata uang kertas telah menjadi sebuah alat pembayaran yang memiliki harga dan berperan layaknya emas dan perak dalam penggunaannya.
Disilah Inilah titik pertimbangan kuat bagi sisi tsamaniyah padanya, dalam fatwa ulama kontemporer.Mereka mengatakan bahwa mata uang kertas disamakan dengan emas dan perak karena hampir mirip (serupa) dengan ‘illat tsamaniyyah (sebagai alat bayar) yang ada pada emas dan perak. Mata uang kertas sekarang berfungsi sebagai alat bayar untuk barang-barang lain, sebagai harta benda, transaksi jual beli,serta pembayaran hutang piutang.
D. Kesimpulan
Dari uraian di atas pada awalnya umat menggunakan alat tukar dinar dan dirham yang di di sebut dengan nuqud. Namun alat tukar ini beruabah kedalam uang negara masing-masing umat islam di mana ia berdomisili. Ulama’ menghukumi boleh menggunakan alat tukar dengan menggunakan mata uang negara masing-masing.
Demikian pembahasan Mata Uang Dalam Islam, semoga menambah wawasan saudara.
Penulis: Rohmah