fitrah manusia
fitrah manusia

Fitrah Manusia dalam Beriman dan Faktor-Faktor Yang Merubahnya

Posted on

بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Pendahuluan

Teologi, iqipedia.comFitrah Manusia dalam Beriman adalah bersaksi atas ketuhanan Allah Swt. Islam yang datang dengan mengajarkan beriman kepada Allah Swt. adalah agama yang kebenarannya tidak dapat dibantah lagi. Karena agama ini sangat logis dan sesuai dengan fakta realitas kehidupan manusia. Misalnya predeksi al-Quran yang mengatakan romawi akan menang perang dengan persia dalam jangka beberapa tahun, lalu tahun kemudian romawi benar-benar menang terhadap persia. Misalnya lagi ungkapan al-Quran yang mengatakan bahwa jasad fir’aun akan di abadikan, sekarang sudah terbukti bahwa jasad fir’aun masih ada dan berada musium mesir.

Kebenaran ini tidak hanya di akui oleh kaum muslim saja, tetapi juga beberapa ilmuan, bahkan para musuh islam itu sendiri, misalnya fir’aun yang mengakui kebenaran Islam pada saat sudah tenggelam dan abu jahal ketika ia mendengarkan al-Quran dan seempat bolek balik kerumah nabi Muhammad Saw. hanya untuk mendengarkan suara bacaan al-Quran. Mereka tidak mau memeluk agam Islam hanya karena menuruti ego kesombonggannya, bukan karena hatinya yang sejatinya mengakui kebenaran Islam. Berikut ini akan kami ulas tentang fitrah amnusia dan faktor yang merubahnya.

Fitrah Manusia Beriman Kepada Allah Swt.

Fitrah manusia dalam beriman  dalam al-Quran di kisahkan bahwa ketika manusia di dalam kandungan dan tiupkannya roh kedalamnya, Allah bertanya, apakah aku Tuhanmu? manusia menjawab, ya aku bersaksi, Engkau adalah Tuhanku.

Kisah ini terekam dalam al-Quran QS. Al-A’raf: 172

Allah berfirman:

وَاِذْ اَخَذَ رَبُّكَ مِنْ بَنِيْ اٰدَمَ مِنْ ظُهُوْرِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَاَشْهَدَهُمْ عَلٰى اَنْفُسِهِمْ اَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ قَالُوْا بَلٰى شَهِدْنَا

“ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan mereka dari tulang sulbi bani Adam, Allah mengambil kesaksian terhadap roh mereka. seraya Allah berfirman, “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab, “Betul, Engkau Tuhan kami, kami bersaksi akan hal itu” (QS. Al-A’raf: 172)

Ayat ini menjelaskan tentang fitrah manusia dalam beriman  yang bersaksi akan ketuhanan Allah Swt. hal ini terjadi sejak di pisahkannya air seperma dari tulang rusuk saat berada dalam kandungan Ibunya hingga lahir kedunia ini.

Pos Terkait:  Sifat-Sifat Allah: Sifat Wajib, Sifat Muhal dan Sifat Jaiz Allah

Dalam tafsir yang berlandaskan kebahasan, di jelaskan bahwa kata robbikum di atas bermkna mengatur. Maka ayat tersebut memilki arti:

Apakah engkau mengetahui bahwa aku yang mengaturmu? Manusia menjawab, iya menyaksikan. Maksudnya manusia menyaksikan peroses penciptaan manusia yang berasal dari seperma, berubah menjadi darah, lalu menjadi daging dan tulang hingga menjadi manusia yang sempurna. Ia takjub akan proses penciptaan Allah Swt. terhadap manusia. Yang awalnya hanyalah seperma yang menjijikan, hingga berubah menjadi manusia yang pintar, dan makhluk paling sempurna dan mulia.

Lalu kalau manusia bersaksi atas ketuhannan allah sejak masih dalam kandung, mengapa manusia berbeda-berbeda dalam beragama dan Tuhannya dan menghianati persaksiannya dengan Allah.? Berikut ini penjelasannya.

Faktor Yang Mengubah Fitrah Iman Manusia

Berikut ini kami rangkum beberapa ayat al-Quran dan Hadis yang menjelaskan faktor yang merubah agama manusia:

Pertama, faktor orang tua. Hal ini di jelaskan dalam hadis Nabi Muhammad Saw.

كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ

“Setiap anak dilahirkan atas fitrahnya. Kedua orang tuanyalah yang menjadikannya mereka Yahudi, Majusi, atau Nasrani.” (HR. Bukhari)

hadis ini menjelaskan, bahwa manusia ketika lahir masih dalam fitrahnya, yaitu beriman kepada Allah Swt. sebagaimana QS. Al-A’raf: 172,  Kemudian kedua orang tuanya lah yang merubah fitrah manusia itu, sehingga manusia beragama sesuai agama orang tuanya. Bisa beragama yahudi, nasrani, hindu, budha, konghucu, dll sesuai agama orang tuanya.

Orang tua memiliki peran yang sangat besar dalam menentukan agama seseorang, karena orang tua memiliki jasa yang sangat besar dalam kehidupan seseorang mulai lahir, dewasa bahkan hingga meninggal. Selain itu dalam tradisi masyarakat memiliki hukum adat bahwa tidak boleh membantah titah dan perintah orang tua,  bahkan dalam mitos tak jarang bahwa kutukan orang tua menjadi kenyataan. Misalnya yang kondung, malin kundang, yang di kutuk jadi batu. Superioritas orang tua berlaku kencang di berbagai masyarakat luas. Faktor ini di karenakan masyarakat memang masih memiliki pengetahuan yang minim, kalau masyarakat sudah memiliki pengetahuan keagamaan yang kuat pasti ia akan membebaskan putra putrinya untuk memilih sesuai kehendaknya. Karena pada hakikatnya manusia akan bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri-sendiri, bukan orang taunya.

Pos Terkait:  Malam Lailatul Qodar, Cara Mendapatkan dan Keutamaannya

Padahal, Allah memperbolehkan melanggar perintah kedua orang  jika bertentangan dengan Islam. Dan al-Quran dengan sangat tegas melarang kemusyrikan atas dasar perintah orang tua. Allah berfirman:

وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلَى أَنْ تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا

“jika kedua orang tua kalian memaksa untuk menyekutukan Allah Swt. terhadap sesuatu yang tidak memilki ilmu maka jangan di ikuti” (QS. Luqman: 15)

Kedua, faktor pengaruh setan, sebagaimana penjelasan hadis Nabi Muhammad Saw:

وَإِنَّ الشَّيَاطِينَ أَتتهُمْ فَاجْتَالَتْهُمْ عَنْ دِينِهِمْ وَحَرَّمَتْ عَلَيْهِمُ الَّذِي أَحْلَلْتُ لَهُمْ وَأَمَرَتْهُمْ أَنْ يُشْرِكُوا بِي مَا لَمْ أُنْزِلْ بِهِ سُلْطَانًا

Kemudian setan-setan datang kepada mereka dan memalingkan mereka dari agama Islam, setan mengharakan  segala sesuatu yang telah Allah halalkan serta memerintahkan untuk menyekutukan Allah.” (HR. Ibn Hibban)

Hadis ini menjelaskan bahwa setan akan datang kepada manusia untuk memalingkan manusia dari agamanya, mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram. Dan setan akan memerintahkan manusia untuk menyekutukan Allah Swt.

Penjelasan setan menggoda manuisa tidak hanya itu, banyak sekali al-Quran dan hadis yang menjelaskan.

Misalnya QS. Al-A’raf  menjelaskan bahwa setan sudah berikrar akan selalu menyesatkan manusia dari jalan yang lurus serta setan akan menggoda manusia dari sisi depan, belakang, kanan dan kiri manusia (QS. Al-A’raf, 7:16-17).

Setan juga akan melakukan berbagai cara untuk mengelabuhi manusia, seperti menggoda lewat lewat faktor ekonomi  dan pernikahan beda agama, maka orang yang tidak kuat imannya maka akan rela meninggalkan agamanya demi ekonomi dan pasangan.

Ketiga, mengikuti hawa nafsu. Hal ini diuraikan al-Quran dalam  surah al-Furqan ayat 43:

اَرَءَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ اِلٰهَه هَوٰهُ اَفَاَنْتَ تَكُوْنُ عَلَيْهِ وَكِيْلًا

“Sudahkah engkau (Muhammad) melihat orang yang menjadikanhawa nafsunya sebagai tuhannya. Apakah engkau akan menjadikany sebagai wakil” (Al-Furqan, 25:43)

Ayat ini menjelaskan bahwa terdapat segolongan manusia yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhan. Al-Thabari menjelaskan penuhanan terhadap hawa nafsu menjadi faktor dibalik penyembahan dan penuhanan terhadap berhala-berhala yang terjadi pada masa jahiliyah.

Pos Terkait:  Dasar-Dasar Moderasi dalam Pendidikan Islam Perspektif Al-Qur’an

Hal tersebut terjadi karena mereka mengikuti hawa nafsunya. Hawa nafsu merupakan sesuatu yang besar dalam menetukan kehidupan manusia termasuk juga dalam beragama.

Imam Ghazali menjelaskan bahwa hawa nafsu adalah bagian dari jiwa manusia.  hawa ini terus menerus bertempur dengan hati untuk mengusai jiwa manusia. Jika hatinya yang kalah maka ia tertawan dan nafsulah yang mengusai jiwanya. Sehingga si nafsu dapat memerintahkan dan menggerakkan jiwa dan jasadnya untuk melakukan hal-hal yang buruk. Hal ini di nyatakan secara tegas dalam al-Quran. Allah berfirman:

 وَمَآ اُبَرِّئُ نَفْسِيْۚ اِنَّ النَّفْسَ لَاَمَّارَةٌ ۢ بِالسُّوْۤءِ اِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّيْۗ اِنَّ رَبِّيْ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ

“Jiwaku tidak bebas dari kesalahan karena sesungguhnya nafsu itu selalu mendorong kepada kejahatan, kecuali (nafsu) yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Yusuf: 53)

Tetapi jika yang memenangi pertempuran adalah hati, maka hati akan menawan si nafsu dan hati akan mengusai jiwa dan raga manusia dan memerintahkannya dalam kebajikan. Maka manusia yang seperti akan naik derajatnya di sisi Allah dan menjadi hamba yang ridhai Allah serta akan selalu kembali dan berada di jalan Swt. Sebagaiman firman Allah:

يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ ارْجِعِي إِلَى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَّرْضِيَّة

“Wahai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan ridha lagi diridhai-Nya,” (QS. al-Fajr : 27-28).

Kesimpulan

Dari uraian di atas dapat di simpulkan bahwa: Pertama,  fitrah keimanan manusia adalah beriman kepada Allah Swt. Hal ini terjadi ketika seseorang masih dalam kandungan saat di tiupnya roh kepada janin. Kedua, Faktor yang merubah fitrah manusia tersebut terdapat empat, yaitu (1) faktor orang tua, (2) faktor pengaruh setan, (3) faktor mengikuti hawa nafsu, (4) faktor takdir, hal ini adalah hakikat dari dari foktor-faktor seseorang dalam beragama.

Itulah penjelasan tentang fitrah keimanan manusia dan faktor yang merubahnya. Semoga bermanfaat, Amin.