Epistimologi Pendidikan dalam Islam dan Barat
Jika dilihat dari perspektif Islam, maka pendidikan dan pengajaran harus memiliki Kekentuan-ketentuan yang harus selaras dengan nilai-nilai Al-Quran sebagai qanun utama Agama Islam. Dalam konteks ini, salah satu pemikir muslim seperti Naquib Alatas Berpendapat bahwa sumber utama yang harus dijadikan rujukan dalam epistemologi.
Dasar-dasar pendidikan islam adalah Al-Qur’an dan Sunnah, serta tradisi ahli keilmuan Islam terdahulu. Salah satu persoalan dalam epistemologi pendidikan modern. Barat adalah berangkat dari nalar epistemologi yang digagas oleh Descartes yang mengarah pada antroposentrisme. Implikasi dari nalar ini adalah mengesampingkan metafisika sebagai pendekatan dalam Epistemologi.
Epistemologi pendidikan modern Barat kurang menyentuh ranah-ranah transenden sebab terlalu fokus pada ranah imanen. Lebih parahnya, modernisasi dan Globalisasi sistem pendidikan model Barat semacam ini telah diserap dan dipakai pada Lembaga formal pendidikan di Indonesia tanpa memperhatikan nilai-nilai luhur Masyarakatnya.
Tentu hal ini berbeda dengan epistemologi pendidikan dalam Islam yang selalu memperhatikan dua hal tersebut secara seimbang (moderat). Islam selalu memperhatikan dimensi-dimensi inheren pada realitas manusia, sehingga aspek imanen maupun transenden-Jasmani maupun ruhani- selalu diperhatikan dalam bangunan epistemologi pendidikan Islam.
Ayat-ayat Al-Qur’an menjelaskan bahwa manusia itu sebagai makhluk dimensional, Sebagai makhluk jasmani, sekaligus sebagai makhluk ruhani. Oleh karenanya, pendidikan Dalam Islam diharapkan memperhatikan kedua dimensi manusia tersebut. Pendidikan dalam Islam tidak hanya menciptakan manusia sebagai mesin (robot), yang hanya mengikuti Tuntunan pasar global. Akan tetapi, diharapkan rangkaian pembelajaran dalam pendidikan Akan mampu mengantarkan peserta didik pada kesempurnaan ruhaninya, sebagai tujuan dari Penciptaan manusia. Sehingga, pendidikan dalam Islam juga bisa dikatakan sebagai penyemaian akhlak dan moral.
Dengan demikian, tujuan dari pembelajaran dan pendidikan, tidak hanya hendak Menjadikan seorang pelajar menjadi pandai semata, tetapi juga mencetaknya menjadi Generasi yang memiliki karakter, serta keluhuran budi sebagaimana agama Islam kehendaki. Dari ulasan singkat tersebut, maka menjadi penting bagi kita untuk mengetahui Sejumlah dasar dan konsep yang tergali dari Al-Qur’an, yang dapat dijadikan sebagai pijakan Dasar untuk membangun konsep epistemologi pendidikan Islam yang moderat yang Memberikan perhatian yang berimbang pada seluruh aspek diri manusia.
Makna Moderasi Dalam Pendidikan Islam
Makna moderasi dalam epistemologi pendidikan Islam moderasi sudah menjadi istilah umum dalam bahasa arab dengan sebutan al-Waṣaṭiyah, yang berarti pertengahan, keberimbangan dan keadilan. Yakni, sebuah posisi Yang menunjukan sikap pertengahan di antara dua bentuk ekstrimitas. Umat Nabi Muhammad Saw disebut oleh Al-Qur’an sebagai ummatan waṣaṭan (QS al-Baqarah [2]:143) karena tidak berlebihan atau lalai terhadap aspek-aspek penting kehidupannya Dengan demikian, substansi istilah ini, bisa dikatakan, terambil dari ayat-ayat Al-Quran.
Baca Juga: Al-Qur’an dalam Perespektif Imam Syafi’i
Banyak tempat dalam Al-Quran menyebutkan istilah al-waṣaṭiyah, sebagai sebuah konsep yang menjembatani persolan keseimbangan atau keadilan Istilah ini juga diadopsi dari bahasa latin ‘moderatio’ yang berarti sedang, tidak kekurangan maupun tidak berlebihan Dari uraian singkat istilah ini, maka moderasi dapat dipahami sebagai pemahaman atau cara pandang yang terpuji, yang selalu mengambil jalan tengah, tidak kurang dan tidak berlebihan dalam berfikir, bertindak dan berperilaku sehingga menjadikannya tidak ekstrim dalam menyikapi segala hal.
Dalam konteks epistemologi pendidikan islam, moderasi dapat dipahami sebagai sikap secara berimbang memberikan perhatian pada aspek-aspek penting perkembangan manusia. Yakni, melihat struktur manusia secara holistik, tidak parsial. Aspek-aspek perkembangan jasmani maupun ruhani manusia diberikan perhatian yang adil. Manusia tidak hanya dilihat sebagai makhluk individu, maupun makhluk sosial. Al-Qur’an memberikan perhatian secara serius pada seluruh ruang manusia, baik ruang-ruang privat maupun ruang sosial manusia. Bahkan, dalam tahapan tertentu, Al-Qur’an dalam banyak tempat memberikan perhatian secara serius terhadap pendidikan etika-moral, guna menjaga keseimbangan tersebut, agar hak-hak individual maupun hak-hak sosial mereka tidak bertabrakan (tumpang tindih).
Prinsip Dasar Moderasi Dalam Al-Quran
Prinsip-prinsip dasar moderasi dalam epistemologi pendidikan Islam dalam perspektif Al-Qur’an yaitu meliputi :(1).Realitas ontologi manusia yang tercipta secara berimbang (moderat) (2).Akhlak sebagai basis moderasi dalam pendidikan islam (3).Ibadah sebagai basis moderasi pendidikan jasmani dan ruhani seorang muslim (4). Peran keluarga sebagai basis moderasi pendidikan islam; (5).Doa sebagai media moderasi gerakan zahir dan batin manusia. Beberapa sub-tema yang penulis sajikan bisa dikatakan sebagai representasi tema-tema pembahasan ontologi maupun aksiologi dalam pendidikan Islam perspektif Al-Qur’an. Hal ini urgen dilakukan sebab dasar-dasar epistemologi pendidikan tidak bisa dilepaskan dari cara pandang manusia terhadap ontologi dan aksiologi. Selanjutnya, pada setiap subbtema kajian, penulis akan mengaitkannya dengan sebuah pertanyaan epistemologis yang berkaitan dengan pendidikan.
Kesimpulan
Berdasarkan pada penjelasan beberapa tema singkat di atas, diketahui bahwa prinsip Dasar dari epistemologi pendidikan islam adalah menekankan pada moderasi (al-tawasuṭ) dalam segala hal. Pendidikan harus memperhatikan dimensi-dimensi inheren pada realitas ontologi manusia, yakni: dhahir-batin, jasmani-ruhani, fisik-metafisik, individu (privat)-Sosial. Semua posisi biner ini diletakan islam pada tempatnya, tidak dilawankan dan Dibenturkan. Islam tidak mengutuk materi dan kesejahteraan (well-being), tapi Menjadikannya sebagai wahana menuju kebahagian ruhani. Islam tidak mengajarkan Kerahiban secara total, tapi menjadikan ritual dan rangkaian ibadah sebagai aktualisasi Gerakan sosial dan perbaikan masyarakat. Ruang-ruang privat seperti kebersamaan bersama keluarga (atau dalam kesendirian di ruang munājat) bisa menjadi wahana-wahana pendidikan, guna melatih tanggungjawab dan semangat revolusi sosial-kemasyarakatan, dan seterusnya.
Baca Juga: SEJARAH PERKEMBANGAN ILMU QIRO’AT DALAM AL-QURAN
Penulis: M. Masud Hanif Fullah
Referensi:
- Āmulī, Ḥaidar al-. Asrār al-Sharīah wa Aṭwār al-Ṭarīqah wa Anwār al-Ḥaqīqah, (Beirut- Lebanon: Dār al-Mahajja al-Baidhā, 2012)
- Attas, Syed Muhammad Naquib al-. Prolegomena to The Metaphysics of Islam An Exposition of The Fundamental Elements of The Worldview of Islam. (Kuala Lumpur, Malaysia: ISTAC, 1995)
- Baihaqī, Aḥmad Ibn al-Ḥusein Ibn ‘Alī Ibn Mūsā Abū Bakar al-. Sunan al-Baihaqī. Mekkah al-Mukkaramah: Maktabah Dār al-Bāz, 1994, Vol. 10.
- Fauzi, Ahmad. Moderasi Islam untuk Peradaban dan Kemanusiaan, Jurnal Islam, Nusantara, vol. 02, no. 02, (Juli-Desember 2018).
- Hakim, Lukman al-. Sabīl al-Irādah fī Sharḥi Kīmīyā al-Sa’ādah li al-Imām al-Ghazālī. Depok-Indonesia: Maktabah Al-Turmusy Litturots, 2021.