thoriqoh mu'tabaroh
thoriqoh mu'tabaroh

Thariqah Mu’tabarah

Posted on

Iqipedia.com – sejarah membuktikan bahwa agama Islam di berbagai belahan dunia berkembang berkat jasa para ulama yang kemudian dikenal sebagai Wali Allah, seperti di India, Afrika Utara dan Afrika Selatan bahkan di Indonesia. Di Aceh terkenal dengan serambi Mekkah, suatu gelar yang diberikan untuk menggambarkan betapa pesatnya kemajuan Ilmu-ilmu Islam di daerah itu, seperti Syekh Nuruddin Ar Raniri, Syekh Abdurrauf Singkly, Syekh Syamsuddin Sumatrani, dan masih banyak lagi.

Sebagai orang-orang yang sangat berjasa dalam pengembangan Islam di sana. Demikian pula di Jawa, terkenal dengan Walisongonya sebagai ulama yang berjasa dalam pengembangan Islam. Dan masih banyak lagi yang dapat disebutkan hanya untuk menjelaskan bahwa ulama-ulama tasawuflah yang banyak jasa dan pengorbanannya dalam pengembangan Islam di dunia. Karena dimanapun tempat mereka berada, walaupun berbeda adat dan budaya maupun bahasa mereka berbaur dengan masyarakat dengan hati dan jiwa suci sehingga dengan mudahlah ajaran Allah dan Rasul-Nya difahami.

Tasawuf diberi nama tasawuf bertujuan untuk memperoleh hubungan langsung dengan Tuhan. Intisari sufisme, adalah kesadaran akan adanya komunikasi rohaniah antara manusia dengan Tuhan lewat jalan kontemplasi. Jalan kontemplasi tersebut, dalam dunia tasawuf dikenal dengan istilah tarekat,” urai habib yang memiliki puluhan ribu jama’aah ini. Tarekat, lanjutnya secara harfiah berarti jalan atau cara untuk mencapai tingkatan-tingkatan (maqamat) untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Tarekat sebagai sebuah jalan, dalam dunia tasawuf, banyak muncul pada abad ke-6 dan ke-7 Hijriyah, yaitu ketika tasawuf menempati posisi penting dalam kehidupan umat Islam. Dalam perkembangan selanjutnya, tarekat menjadi semacam organisasi yang kegiatannya tidak hanya terbatas pada wirid, zikir, tetapi pada masalah-masalah yang bersifat duniawi.

Pengertian Thariqah

Kata tarekat secara etimologis memiliki beberapa arti, yaitu (1). Jalan, cara (al- kaifiyyah); (2). Metode, sistem (al-Uslub); (3). Madzhab, aliran, haluan (al-madzhab); (4). Keadaan (al-hallah). (5). Pohon Kurma yang tinggi (an-nakhlal at-tawilah). (6). Tiang tempat berteduh), tongkat payung (’amud al-mizallah). (7). Yang mulia, terkemuka dari kaum (syarif al-qaum). (8). Goresan/ Garis pada sesuatu (al-khat fi al-asy-syay).

Abu bakar Atjeh menerangkan bahwa tarekat artinya jalan, petunjuk dalam melakukan suatu ibadah sesuai dengan ajaran yangditurunkan dan dicontohkan oleh Nabi dan diker- jakan oleh sahabat dan tabi’in, turun temurun sampai kepada guru-guru, sambung menyambung dan rantai-merantai.

Pos Terkait:  Pernikahan Tradisi Adat Jawa dalam Pandangan Islam

Menurut Harun Nasution, berasal dari Thariqah, yaitu jalan yang harus ditempuh seorang calon sufi dalam tujuannya berada sedekat mungkin dengan Tuhan. Tarekat kemudian mengandung arti organisasi (tarekat), dan tiap-tiap tarekat mempunyai syekh, upacara ritual, dan bentuk dzikir, dan wirid sendiri. Namun, dari sekian banyak ragam jenis wirid, nampaknya yang paling banyak digemari dan diamalkan tarekat, ada tiga macam lafadz wirid, yaitu: wirid istighfar, wirid shalawat, dan wirid dzikir. Istilah tarekat paling tidak dipakai  untuk dua hal yang  secara konseptual berbeda. Pada awalnya tarekat ini merupakan paduan yang khas dari doktrin, metode dan ritual. Akan tetapi istilah ini sering juga dipakai untuk mengacu kepada organisasi yang menyatukan pengikut jalan  tertentu.

Peran Thariqah Mu’tabarah dan Sejarah Thariqah Mu’tabarah

Dalam tasawuf, jumlah tarekat sangat banyak, tetapi kaum sufi mengelompokkan tarekat menjadi dua jenis, yaitu thoriqoh mu’tbaroh (thariqah yang bersambung sanadnya kepada Nabi Muhammad SAW), dan tarekat ghairu mu’tabar (thoriqoh yang tidak meiliki sanad kepada Nabi Muhammad atau sanadnya terputus). Untuk menghindari penyimpangan sufisme dari garis lurus yang diletakkan para sufi terdahulu, maka NU meletakkan dasar-dasar tasawuf sesuai dengan khittah ahlissunnah waljamaah. Dalam hal ini, NU membina keselarasan tasawuf Al-Ghazali dengan tauhid Asy’ariyyah dan Maturidiyyah, serta hukum fikih sesuai dengan salah satu dari empat mazhab sunni.
Dalam kerangka inilah, Jam’iyyah Ahlith Thariqah Al-Mu’tabarah An-Nahdliyyah (Jatman) dibentuk, yaitu untuk memberikan sebuah rambu-rambu kepada masyarakat tentang tarekat yang mu’tabar dan ghairu mu’tabar. Dari segi organisasi, Jatman secara de facto berdiri pada bulan Rajab 1399 H, bertepatan dengan Juni 1979 M. Tetapi, sebelum terbentuk Jatman, bibit organisasi tersebut telah lahir, yaitu Jam’iyyah Thariqah Al-Mu’tabarah. Kelahiran Jam’iyyah Ahlith Thariqah Al-Mu’tabarah An-Nahdliyyah tidak dapat dilepaskan dari Muktamar Nahdlatul Ulama (NU) ke-26 di Semarang. Tetapi, apabila dilihat dari segi ilmu dan amaliahnya, maka tarekat sudah ada sejak Nabi Muhammad SAW diutus untuk membawa agama Islam ke muka bumi. Nabi Muhammad menerima baiat dari malaikat Jibril, dan Jibril menerima dari Allah SWT.
Lebih jauh di jelaskan Habib Luthfi, sebelum terbentuk Jatman, ulama-ulama Indonesia yang berpaham Ahlus Sunnah Wal Jamaah dan aktif di dunia tarekat telah membentuk organisasi tarekat, dengan nama Jam’iyyah Thariqah Al Mutabarah. Pembentukan organisasi ini sebagai wadah untuk menetapkan tarekat-tarekat yang mu’tabar dan ghairu mu’tabar, sehingga umat Islam tidak terjebak dan salah dalam mengamalkan tarekat. Pembentukan organisasi ini sebagai langkah untuk menghindari gesekan atau perpecahan di tingkat grass root, akibat sikap fanatik yang berlebih-lebihan terhadap tarekat yang dianutnya. Hal ini dikarenakan kecenderungan pengikut suatu ajaran tarekat, dalam melakukan klaim kebenaran ajaran tarekat yang diikutinya.

Pos Terkait:  Khauf, Pengertian, Dalil, Macam-Macam dan Keutamaan Khauf

Jam’iyyah Thariqah AI Mu’tabarah didirikan oleh beberapa tokoh NU, antara lain KH Abdul Wahab Hasbullah, KH Bisri Syansuri, Dr KH ldham Chalid, KH Masykur serta KH Muslih. Dengan tujuan awal untuk mengusahakan berlakunya syar’iat Islam dhahir-batin dengan berhaluan ahlussunnah wal jamaah yang berpegang salah satu dari mazhab empat, mempergiat dan meningkatkan amal saleh dhahir-batin menurut ajaran ulama saleh dengan baiah shohihah; serta mengadakan dan menyelenggarakan pengajian khususi/ tawajujuhan (majalasatudzzikri dan nasril ulumunafi’ah). Jam’iyyah Thariqah Al Mu’tabarah pertama kali melakukan muktamar pada tanggal 20 Rajab 1377 atau bertepatan dengan 10 Oktober 1957 di Pondok Pesantren API Tegalrejo Magelang. Muktamar pertama diprakarsai oleh beberapa ulama dari Magelang dan sekitarnya, seperti KH Chudlori, KH Dalhar, KH Siradj, serta KH Hamid Kajoran. Pada muktamar pertama mengamanatkan kepada KH Muslih Abdurrahman dari Mranggen, Demak, sebagai rais aam. Pada muktamar pertam

Thariqah – Thariqah mu’tabarah

Seperti penjelasan diatas tentang tahariqah mu’tabar, Di Indonesia ada beberapa Thariqah yang diakui dan patut untuk diikuti. Berbagai thariqah mu’tabarah yang diakui NU diantaranya:

  1. Umariyah;
  2. Naqsyabandiyah;
  3. Qadiriyah;
  4. Syadziliyah;
  5. Rifa’iyah;
  6. Ahmadiyah;
  7. Dasuqiyah;
  8. Akbariyah;
  9. Maulawiyah;
  10. Kubrawiyah;
  11. Suhrawardiyah;
  12. Khalwatiyah;
  13. Jalwatiyah;
  14. Bakdasiyah;
  15. Ghazaliyah;
  16. Rumiyah;
  17. Sa’diyah
  18. Chistiyah;
  19. Sya’baniyah;
  20. Kalsyaniyah;
  21. Hamzawiyah;
  22. Bairumiyah;
  23. Usysyaqiyah;
  24. Bakriyah;
  25. Idrusiyah;
  26. Utsmaniyah;
  27. Alawiyah;
  28. Abbasiyah;
  29. Zainiyah;
  30. Isawiyah;
  31. Buhuriyah;
  32. Haddadiyah;
  33. Ghaibiyah;
  34. Qadiriyah Naqsyabandiyah;
  35. Syathariyah;
  36. Bayumiyah;
  37. Malamiyah;
  38. Uwaisyiyah;
  39. Idrisiyah;
  40. Thuruq Akabiral Auliya;
  41. Matbuliyah;
  42. Sunbuliyah
  43. Tijaniyah;
  44. Sammaniyah dan;
  45. Naqsyabandiyah Khalidiyah.

Selain 45 thariqah mu’tabarah di atas, Muktamar NU 1931 memutuskan hal penting lain yang memperluas cakupan thariqah mu’tabarah.

orang-orang Islam yang mendawamkan membaca Al-Quran, Dala’il Khairat, Fathul Qarib, Kifayatul Awam, dan sejenisnya, juga dipandang mengikuti thariqah mu’tabarah.

Pos Terkait:  Ahwal : Pengertian dan Macam-Macam Ahwal

Bahkan, dalam  kitab al-Adzkiya lebih luas lagi, thariqah mu’tabarah adalah duduk di tengah khalayak sebagai guru, memperbanyak wirid-wirid seperti puasa, shalat, dan melayani masyarakat, dan mencari kayu bakar sebagai pemenuhan sedekah untuk logistik pangan.

Sebuah thariqah bisa menjadi dan diakui sebagai thariqah mu’tabarah kadangkala melewati jalan perdebatan dan diskusi panjang. Di kalagan kiai-kiai NU ini dilakukan untuk memastikan keabsahan sanad dan wirid-wirid yang ada di thariqah itu.

Tijaniyah termasuk thariqah yang pernah mengalami perdebatan untuk bisa disebut sebagai mu’tabarah. Perdebatan tentang Tijaniyah bermula dari pertanyaan, apakah Tijaniyah memilki sanad muttashil sampai kepada Nabi Muhammad? Apakah sah bai’at barzakhiyah dalam Tijaniyah itu? Pertanyaan ini menyiratkan adanya bahan perdebatan dan diskusi untuk bisa diakui sebagai mu’tabarah dengan berliku. Pertanyaan-pertanyaan ini muncul karena ada sebagian masyarakat ada yang masih ragu dengan Tijaniyah.

Muktamar NU 1928 akhirnya memperdebatkan Tijaniyah. Muktamar memutuskan bahwa Tijaniyah termasuk thariqah yang memiliki sanad muttashil sampai kepada Rasulullah. Bahkan, bai’at barzakhiyah-nya juga dianggap muttashil. Oleh karena itu, Tijaniyah dapat dianggap sebagai thariqah yang sah untuk diikuti.

Keputusan Muktamar NU 1928 itu diperkuat kembali oleh Muktamar NU 1931. Muktamar ini menyebutkan bahwa Tijaniyah itu sanadnya muttashil sampai kepada Nabi. Semua wirid, dzikir, shalawat, dan istighfar Tijaniyah, telah sah dan benar.

Selain Tijaniyah, thariqah lain yang dianggap mu’tabarah tidak banyak melewati perdebatan dan diskusi panjang. Ini disebabkan berbagai thariqah itu telah diakui oleh dunia Islam dan pengamal thariqah sebagai sah dan sanadnya muttashil sampai kepada Nabi Muhammad saw.

Dari keseluruhan thariqah mu’tabarah itu tidak semuanya ada di Indonesia. Hanya beberapa yang ada dan diikuti masyarakat NU, yaitu: Qadiriyah (dan beberapa cabangnya), Naqsyabandiyah (dan beberapa cabangnya), Syadziliyah, Syathariyah, Sammaniyah, Tijaniyah, dan Qadiriyah-Naqsyabandiyah.

Demikian thariqah mu’tabarah Sebagai gambaran untuk kita semua supaya tidak salah pilih dalam mengamalkan ajaran Thariqah yang ada di sekililing kita.

Penulis: Abd. Muqit