Hukum Murajaah Al-Qur’an bagi Wanita Haidh

Posted on

Pengenalan

Al-Qur’an adalah kitab suci bagi umat Muslim yang dianggap sebagai petunjuk dan pedoman hidup. Bagi setiap Muslim, membaca, mempelajari, dan memahami isi Al-Qur’an merupakan kewajiban. Namun, ada beberapa perbedaan pendapat mengenai hukum membaca Al-Qur’an bagi wanita yang sedang mengalami haidh atau menstruasi. Dalam artikel ini, kita akan membahas hukum murajaah Al-Qur’an bagi wanita haidh.

Pendapat Pertama: Dilarang Membaca Al-Qur’an

Beberapa ulama berpendapat bahwa wanita yang sedang mengalami haidh dilarang membaca Al-Qur’an. Pendapat ini didasarkan pada beberapa hadis yang menyebutkan bahwa Rasulullah SAW melarang wanita yang sedang haidh untuk menyentuh Al-Qur’an. Hal ini dikarenakan adanya kemungkinan darah haidh yang menempel pada tangan wanita dan dapat mengotori Al-Qur’an.

Pendapat ini juga mengacu pada beberapa hadis yang mengatakan bahwa wanita yang sedang haidh tidak boleh membaca Al-Qur’an, baik dengan lisan maupun dengan hati. Wanita yang sedang haidh dianjurkan untuk menjauhkan diri dari Al-Qur’an selama masa haidh mereka.

Pendapat Kedua: Diperbolehkan Membaca Al-Qur’an

Di sisi lain, ada pendapat yang membolehkan wanita yang sedang haidh untuk membaca Al-Qur’an. Pendapat ini didasarkan pada pemahaman bahwa tidak ada dalil yang tegas melarang wanita haidh membaca Al-Qur’an. Selama wanita tersebut menjaga kebersihan diri dan Al-Qur’an, mereka diizinkan untuk membaca Al-Qur’an.

Pos Terkait:  Kisah Menakjubkan Seorang Nenek yang Istiqamah Khatamkan Al-Quran

Para ulama yang mengizinkan wanita haidh membaca Al-Qur’an berargumen bahwa larangan tersebut hanya berlaku bagi wanita yang berada dalam keadaan najis. Jika wanita tersebut menjaga kebersihan diri dan Al-Qur’an, mereka dapat membaca Al-Qur’an dengan menggunakan alat bantu seperti sarung tangan atau membaca melalui gadget.

Penafsiran Ayat Al-Qur’an

Salah satu argumen yang digunakan oleh ulama yang membolehkan wanita haidh membaca Al-Qur’an adalah penafsiran ayat-ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan haidh. Mereka berpendapat bahwa ayat-ayat tersebut lebih mengatur tentang kebersihan dan ibadah, bukan larangan membaca Al-Qur’an.

Beberapa ayat Al-Qur’an yang sering dikaitkan dengan haidh adalah Surat Al-Baqarah ayat 222 yang mengatur tentang larangan mendekati wanita haidh dalam keadaan najis. Ayat ini tidak secara langsung melarang wanita haidh membaca Al-Qur’an, melainkan mengatur tentang hubungan suami istri selama masa haidh.

Kesimpulan

Secara kesimpulan, hukum murajaah Al-Qur’an bagi wanita haidh masih menjadi perdebatan di kalangan para ulama. Ada yang melarang dan ada yang membolehkan. Sebagai seorang Muslim, kita perlu mencari pemahaman yang lebih dalam dan berdiskusi dengan ulama yang terpercaya untuk mendapatkan pandangan yang lebih jelas mengenai hal ini.

Yang terpenting, kita harus menjaga kebersihan diri dan Al-Qur’an dalam membaca kitab suci ini. Jika kita memilih untuk membaca Al-Qur’an saat sedang haidh, pastikan kita dalam keadaan bersih dan menggunakan alat bantu yang sesuai. Semoga artikel ini dapat memberikan pandangan yang lebih luas dan membantu kita dalam memahami hukum murajaah Al-Qur’an bagi wanita haidh.