Pendahuluan
Najis anjing adalah salah satu topik yang sering dibahas dalam perspektif agama. Dalam Islam, ulama memiliki berbagai pandangan terkait kebersihan dan status najis anjing. Artikel ini akan menguraikan pandangan-pandangan ulama mengenai najis anjing dalam konteks agama Islam.
Pandangan Ulama
1. Ulama Syafi’i
Ulama Syafi’i berpendapat bahwa anjing termasuk hewan najis mutawassithah. Artinya, semua bagian anjing, termasuk air liur dan bulunya, dianggap najis. Namun, jika air liur anjing mengenai tubuh atau pakaian seseorang, tidaklah membatalkan wudhu atau kebersihan pakaian tersebut. Hal ini berbeda dengan najis hukmiyah seperti najis khabith yang membatalkan wudhu.
2. Ulama Hanafi
Ulama Hanafi memiliki pandangan yang lebih toleran terhadap anjing. Mereka berpendapat bahwa anjing tidaklah najis secara hakiki. Air liur anjing juga tidak membatalkan wudhu atau kebersihan pakaian. Namun, tetap dianjurkan untuk membersihkan air liur anjing jika mengenai tubuh atau pakaian.
3. Ulama Maliki
Pandangan ulama Maliki tentang najis anjing hampir serupa dengan ulama Syafi’i. Mereka juga menganggap anjing sebagai hewan najis mutawassithah. Namun, air liur anjing tidak membatalkan wudhu jika tidak terlihat atau tercium bau busuk yang jelas.
4. Ulama Hambali
Ulama Hambali memiliki pandangan yang lebih konservatif terhadap najis anjing. Mereka berpendapat bahwa anjing termasuk hewan najis mughallazah, yang artinya seluruh tubuhnya termasuk air liur dan bulunya dianggap najis. Jika air liur anjing mengenai tubuh atau pakaian, wudhu dan kebersihan pakaian tersebut menjadi batal.
Implikasi dalam Kehidupan Sehari-hari
Pandangan ulama terkait najis anjing memiliki implikasi dalam kehidupan sehari-hari umat Islam. Bagi mereka yang mengikuti pandangan Syafi’i dan Hambali, perlu lebih berhati-hati dalam menjaga kebersihan dari air liur anjing. Sedangkan bagi yang mengikuti pandangan Hanafi dan Maliki, masih diperlukan kebersihan, tetapi tidak seketat Syafi’i dan Hambali.
Kesimpulan
Pandangan ulama perihal najis anjing dalam agama Islam memiliki variasi tergantung pada mazhab yang dianut. Ulama Syafi’i dan Hambali menganggap anjing sebagai hewan najis mutawassithah, sedangkan ulama Hanafi dan Maliki memiliki pandangan yang lebih toleran. Penting bagi setiap individu untuk memahami pandangan mazhab yang dianutnya dan mengikuti ajaran agama dengan sungguh-sungguh.