Kisah Juraij, Ahli Ibadah yang Justru Durhaka kepada Ibunya

Posted on

Pendahuluan

Kisah-kisah dari masa lampau sering kali memberikan pelajaran berharga bagi kita semua. Salah satu kisah menarik adalah kisah Juraij, seorang ahli ibadah yang justru durhaka kepada ibunya. Kisah ini mengajarkan kita tentang pentingnya menghormati orang tua, bahkan jika mereka tidak sepaham dengan kita.

Juraij, Sang Ahli Ibadah

Juraij adalah seorang pria yang hidup pada masa yang sangat religius. Dia dikenal sebagai salah satu ahli ibadah yang sangat taat dan tekun dalam menjalankan ibadah kepada Allah. Setiap hari, Juraij meluangkan waktu untuk berdoa, berpuasa, dan membaca kitab suci. Orang-orang di sekitarnya mengagumi kehidupan spiritualnya yang tinggi dan menganggapnya sebagai sosok yang sangat beriman.

Kehidupan Sehari-hari Juraij

Sehari-hari, Juraij tinggal di sebuah kuil kecil yang dibangun olehnya sendiri. Dia menghabiskan waktu beribadah di dalam kuil tersebut dan jarang berinteraksi dengan orang lain. Juraij sangat menjaga keheningan dan ketenangan kuilnya, sehingga tidak ada yang boleh masuk ke dalam tanpa izin dari Juraij sendiri.

Pos Terkait:  Ini Bahasa Malaikat Munkar dan Nakir kepada Ahli Kubur

Karena kesungguhannya dalam ibadah, Juraij sering kali terlupa akan dunia di sekitarnya. Dia bahkan melupakan waktu makan dan minum, hanya fokus pada ibadah dan meditasi. Orang-orang di sekitarnya melihatnya sebagai sosok yang benar-benar hidup dalam dunia spiritual, tanpa ikatan dengan dunia nyata.

Munculnya Fitnah

Suatu hari, seorang wanita cantik datang ke kuil Juraij. Wanita tersebut memohon kepada Juraij agar membuka pintu kuil dan memperbolehkannya masuk. Namun, Juraij menolak dengan tegas. Dia mengatakan bahwa tidak ada yang boleh masuk ke dalam kuilnya kecuali untuk beribadah kepada Allah.

Wanita itu merasa tersinggung dengan penolakan Juraij. Dia merasa bahwa Juraij merendahkan dirinya dan wanita-wanita lainnya. Oleh karena itu, wanita itu pergi dan bersumpah akan membalas dendam pada Juraij.

Kisah Juraij dan Ibunya

Wanita itu pergi ke desa terdekat dan mengumpulkan orang-orang untuk membicarakan Juraij. Dia menghasut mereka agar membenci Juraij dan meyakinkan mereka bahwa Juraij tidak lebih dari seorang munafik yang harus dihukum.

Orang-orang desa itu kemudian pergi ke kuil Juraij dan merusaknya. Mereka menghancurkan kuil dan menyerang Juraij. Juraij yang terkejut dan bingung mencoba menjelaskan bahwa dia adalah seorang hamba Allah yang taat, dan tidak pernah melanggar perintah-Nya.

Pos Terkait:  Ini Adab Setelah Berhubungan Suami Istri: Penting untuk Diketahui!

Ketika Juraij ditanya tentang ibunya, dia menjawab bahwa ibunya telah meninggal beberapa tahun yang lalu. Namun, orang-orang desa itu tidak percaya dan terus menghancurkan kuil serta menghina Juraij sebagai seorang durhaka kepada ibunya.

Penyesalan dan Pengampunan

Setelah kejadian itu, Juraij merasa sangat sedih dan menyesal. Dia merasa bahwa dia telah mengabaikan nasihat ibunya untuk hidup dalam harmoni dengan orang lain dan tidak hanya terpaku pada ibadah semata.

Juraij kemudian berdoa kepada Allah memohon ampunan dan keberanian untuk menghadapi konsekuensi dari perbuatannya. Dia memohon agar orang-orang desa yang menghancurkan kuilnya mendapatkan hidayah dan kemampuan untuk memaafkannya.

Penutup

Kisah Juraij mengajarkan kita tentang pentingnya menghormati dan mengasihi orang tua. Meskipun Juraij adalah seorang ahli ibadah yang tekun, dia justru durhaka kepada ibunya. Ini mengingatkan kita bahwa kehidupan spiritual harus diimbangi dengan tanggung jawab sosial dan kemanusiaan. Kita harus belajar dari kesalahan Juraij dan selalu menghargai serta mendengarkan orang tua kita, meskipun kita mungkin memiliki perbedaan pandangan. Dengan begitu, kita dapat hidup dalam harmoni dengan orang-orang di sekitar kita dan mendapatkan berkah dari Allah.

Referensi:- https://www.ilmusiana.com/kisah-juraij-ahli-ibadah-yang-justru-durhaka-kepada-ibunya/- https://muslim.or.id/20492-kisah-juraij-sang-ahli-ibadah-yang-malahan-durhaka-kepada-ibunya.html

Pos Terkait:  Berbekam Benarkah Dianjurkan Tanggal Hijriyah?