Hukum dan Ketentuan Ila’ dalam Fiqih Pernikahan

Posted on

Pernikahan merupakan salah satu institusi penting dalam agama Islam. Dalam Fiqih pernikahan, terdapat berbagai hukum dan ketentuan yang harus dipatuhi oleh pasangan suami istri. Salah satu hukum yang sering dibahas adalah hukum dan ketentuan ila’.

Apa itu Ila’?

Ila’ merupakan istilah dalam Fiqih yang merujuk pada janji suami untuk tidak berhubungan intim dengan istri selama periode tertentu. Janji ini biasanya diucapkan oleh suami dalam keadaan emosi atau marah terhadap istri. Ila’ dapat terjadi secara sengaja atau tidak sengaja, dan dapat memiliki konsekuensi hukum yang berbeda.

Hukum Ila’ dalam Islam

Dalam Islam, hukum ila’ dibagi menjadi dua, yaitu ila’ yang sah dan ila’ yang tidak sah. Ila’ yang sah terjadi jika suami dengan sengaja dan sadar membuat janji untuk tidak berhubungan intim dengan istri selama periode tertentu. Sedangkan ila’ yang tidak sah terjadi jika suami membuat janji tersebut tanpa sengaja atau dalam keadaan tidak sadar.

Bagi suami yang sengaja dan sadar membuat janji ila’, ia harus memenuhi janjinya dan tidak boleh berhubungan intim dengan istri selama periode yang ditentukan. Jika ia melanggar janjinya, maka ia wajib membayar kafarat atau denda kepada istri.

Pos Terkait:  Maulid Diba': Penyusun, Keutamaan, dan Cara Bacanya

Adapun bagi suami yang tidak sengaja atau tidak sadar membuat janji ila’, maka janji tersebut tidak sah dan tidak ada konsekuensi hukum yang harus dijalankan. Namun, suami tetap dianjurkan untuk tidak mengucapkan janji semacam itu secara sembarangan agar tidak menimbulkan konflik dalam pernikahan.

Ketentuan Ila’ dalam Fiqih Pernikahan

Ada beberapa ketentuan yang harus diperhatikan dalam ila’ dalam Fiqih pernikahan. Pertama, periode ila’ harus ditentukan dengan jelas oleh suami. Jika suami tidak menentukan periode, maka ila’ dianggap tidak sah.

Kedua, suami yang mengucapkan janji ila’ harus tetap memenuhi kewajibannya sebagai suami dalam hal memberikan nafkah lahir dan batin kepada istri selama periode ila’. Ia juga tetap harus bertanggung jawab terhadap kebutuhan istri dan keluarga selama periode tersebut.

Ketiga, jika istri merasa dirugikan atau tidak puas dengan janji ila’ yang diucapkan suami, ia memiliki hak untuk mengajukan permohonan kepada hakim untuk membatalkan janji ila’ atau meminta ganti rugi.

Keempat, jika suami melanggar janji ila’ dengan sengaja atau tidak membayar kafarat setelah melanggar janji ila’, istri memiliki hak untuk mengajukan gugatan cerai kepada suami.

Conclusion

Dalam Fiqih pernikahan, ila’ merupakan salah satu hukum yang harus dipahami dan dijalani oleh pasangan suami istri. Suami harus bertanggung jawab terhadap janji ila’ yang diucapkan dan tidak boleh melanggar janji tersebut. Istri juga memiliki hak untuk mengajukan permohonan atau gugatan jika merasa dirugikan akibat janji ila’. Oleh karena itu, penting bagi pasangan suami istri untuk memahami hukum dan ketentuan ila’ agar dapat menjalani pernikahan dengan baik dan sesuai dengan ajaran Islam.