Memakan darah merupakan salah satu perbuatan yang dianggap tabu dan diharamkan dalam agama Islam. Namun, terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai hukum memakan darah yang telah dimasak atau marus. Dalam artikel ini, kita akan membahas mengenai hukum memakan darah yang dimasak atau marus dalam perspektif Islam.
Pendapat Ulama yang Mengharamkan Memakan Darah yang Dimasak atau Marus
Sebagian ulama berpendapat bahwa memakan darah yang dimasak atau marus tetap diharamkan dalam Islam. Pendapat ini didasarkan pada beberapa dalil Al-Quran dan hadis yang menjelaskan tentang larangan memakan darah. Salah satunya adalah firman Allah dalam Surat Al-An’am ayat 145 yang menyatakan, “Katakanlah: ‘Sesungguhnya aku tidak mendapatkan sesuatu yang diharamkan bagi orang yang menginginkannya, kecuali jika dia menderita lapar, atau (makanan itu) adalah bangkai, atau darah yang mengalir, atau daging babi – karena sesungguhnya semua itu adalah najis – atau binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah.””
Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda, “Janganlah kalian memakan darah, karena darah itu adalah bagian dari makanan setan.” Hadis ini dijadikan argumen oleh sebagian ulama yang melarang memakan darah yang telah dimasak atau marus.
Pendapat Ulama yang Memperbolehkan Memakan Darah yang Dimasak atau Marus
Sedangkan sebagian ulama lain berpendapat bahwa memakan darah yang dimasak atau marus diperbolehkan dalam Islam. Mereka berpegang pada prinsip bahwa segala sesuatu itu hukum asalnya adalah boleh, kecuali ada dalil yang jelas yang mengharamkannya. Pendapat ini didasarkan pada beberapa dalil yang juga terdapat dalam Al-Quran dan hadis.
Salah satu dalil yang dijadikan argumen adalah firman Allah dalam Surat Al-Baqarah ayat 173, “Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah.” Dalam ayat ini, Allah hanya menyebutkan larangan memakan darah, bukan darah yang telah dimasak atau marus.
Sebagian ulama juga menafsirkan hadis yang melarang memakan darah sebagai larangan memakan darah mentah atau segar, bukan darah yang telah dimasak atau marus. Mereka berpendapat bahwa darah yang telah dimasak atau marus telah berubah bentuk dan sifatnya sehingga tidak lagi termasuk dalam larangan memakan darah.
Kesimpulan
Secara keseluruhan, terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai hukum memakan darah yang telah dimasak atau marus. Bagi sebagian ulama, memakan darah yang dimasak atau marus tetap diharamkan berdasarkan dalil Al-Quran dan hadis yang melarang memakan darah. Namun, sebagian ulama lain memperbolehkan memakan darah yang telah dimasak atau marus dengan berpegang pada prinsip bahwa hukum asalnya adalah boleh, kecuali ada dalil yang jelas yang mengharamkannya.
Sebagai umat Muslim, penting bagi kita untuk mencari pemahaman yang benar dan mendalam mengenai hukum-hukum dalam agama Islam. Kita juga perlu menghormati perbedaan pendapat yang ada di kalangan ulama dan menjaga kerukunan serta persatuan umat. Semoga artikel ini dapat memberikan pemahaman yang lebih baik mengenai hukum memakan darah yang dimasak atau marus dalam perspektif Islam.