Faktor seseorang beragama
Faktor seseorang beragama

Moderasi Beragama : Pengertian, Karakteristik dan Prinsip-Prinsipnya

Posted on

Iqipedia.com – Modrasi beragama adalah suatu tindakan yang di lakukan oleh umat yang di lakukan dengan sedang dan tidak berlebihan. Namun moderasi beragama pada saat ini sederhanya dapat di artikan sebagai yang menerima agama-agama lain dengan lapang dada serta dapat hidup rukun dengan penganut agama lain.

Tantangan Moderasi Beragama

Islam dan Muslim saat ini menghadapi setidaknya dua tantangan; Pertama, kecenderungan sebagian umat Islam untuk bersikap ekstrim dan ketat dalam memahami teks-teks agama dan mencoba menerapkan metode ini dalam masyarakat Muslim, bahkan dengan paksaan dan kekerasan.

Kedua, kecenderungan lain yang juga ekstrem adalah bersikap santai dalam beragama dan tunduk pada perilaku dan pemikiran negatif yang berasal dari budaya dan peradaban lain.

Dalam upaya ini, mereka mengutip dari teks-teks keagamaan seperti Al-Qur’an, hadits dan karya ulama klasik yang menjadi dasar dan kerangka pemikiran, tetapi dengan memahaminya secara tekstual dan terlepas dari konteks sejarah. Sehingga mereka terlihat seperti generasi yang lahir terlambat, karena hidup dalam masyarakat modern namun memiliki pola pikir dari generasi sebelumnya.

Islam itu moderat, adil, dan jalan tengah menurut Ibnu Asyur (w. 1393 H) yang dikutip oleh Zuhairi Miswari yang telah mencapai mufakat, bahwa sikap moderat, baik ekstrim kanan maupun ekstrim kiri, adalah sifat mulia dan dianjurkan oleh Islam. Islam sebagai agama menekankan adanya kehidupan yang harmonis terhadap sesama manusia dan mampu membangun masyarakat yang beradab dengan memiliki sifat terbuka, demokratis, toleran dan damai.

Untuk itu dalam kehidupan masyarakat dapat menjunjung tinggi prinsip persaudaraan dan mengikis segala bentuk fanatisme kelompok atau kelompok, karena pada dasarnya setiap agama berfungsi untuk menciptakan kesatuan sosial, agar manusia tetap utuh di bawah semangat panji-panji Tuhan.

Pengertian Moderasi Beragama

Moderasi beragama secara bahasa terdiri dari dua kata mederasi dan beragama.

Kata moderasi berasal dari bahasa Latin Moderatio, yang berarti “moderat” (tidak terlalu banyak dan tidak kurang). Kata itu juga berarti pengendalian diri (dari sikap untung dan rugi yang besar). Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memberikan dua arti dari kata moderasi, yaitu: mengurangi kekerasan dan menghindari ekstrem.

Jika dikatakan “orangnya moderat”, itu berarti orang tersebut bersikap wajar, biasa-biasa saja, dan tidak ekstrim. Dalam bahasa Inggris, kata moderasi sering digunakan dalam arti rata-rata, inti, standar, atau tidak rata. Secara umum, moderat berarti mengedepankan keseimbangan dalam hal keyakinan, moral, dan karakter, baik ketika memperlakukan orang lain sebagai individu, maupun ketika berhadapan dengan lembaga negara.

Sedangkan dalam bahasa Arab, moderasi dikenal dengan wasath atau wasathiyah yang memiliki padanan makna dengan kata tawassuth (tengah), i’tidal (adil), dan tawazun (seimbang). Wasith adalah sebutan untuk orang yang menerapkan prinsip wasathiyah bisa disebut wasit. Dalam bahasa Arab pun, kata wasathiyah diartikan sebagai “pilihan terbaik”. Apapun kata yang digunakan, semuanya menyiratkan makna yang sama, yaitu keadilan, yang dalam konteks ini berarti memilih posisi tengah di antara berbagai opsi ekstrem.

Beragama secara bahasa dapat dia rtikan sebagai berikut:

 1) Beragama berarti menganut atau memeluk agama.

 2) Beragama berarti beribadat; taat kepada agama; baik hidupnya (menurut agama). 

 3) Beragama berarti sangat memuja-muja; gemar sekali pada; mementingkan (Kata percakapan). 

Pengertian Moderasi Beragama Secara Istilah

Pengertian moderasi beragama dapat di artikan sebagai berikut:

Pertama, moderasi adalah sikap dan pandangan yang tidak berlebihan, tidak ekstrem dan tidak radikal (tatharruf). Berdasar dalam QS. al-Baqarah: 143 yang merujuk pengertian bahwa moderasi di sini menjelaskan keunggulan umat Islam dibandingkan umat lain. Dalam hal apa saja? Al-Qur’an mengajarkan keseimbangan antara kebutuhan manusia akan sisi spiritualitas atau tuntutan batin akan kehadiran Tuhan, juga mehyeimbangkan tuntutan manusia akan kebutuhan materi.

Pos Terkait:  Membangun Kerukunan Antar Umat Beragama

Disebutkan dalam hadits, ada sekelompok orang mendatangi Nabi Muhammad untuk menunjukkan bahwa mereka adalah orang kuat beribadah, sampai tidak menikah. Nabi menjawab, yang benar adalah keseimbangan antara ibadah dan pemenuhan materi. Itulah sunnah beliau. 

Dalam hal moral, al-Qur’an juga mengajarkan hal keseimbangan, seperti menekankan sikap tidak berlebihan. Seseorang tidak perlu terlalu dermawan dengan menyedekahkan hartanya sehingga dia sendiri menjadi bangkrut dan tidak punya apa-apa. Tetapi, ia juga jangan kikir dan terlalu pelit, sehingga hanya menjadi kaya sendiri, karena dalam harta yang kita miliki terdapat harta bagi orang yang membutuhkan. Demikian, pesan yang tersampaikan dalam ayat al-Qur’an.

Kedua, moderasi adalah sinergi antara keadilan dan kebaikan. Inti pesan ini diambil dari penjelasan para penafsir al-Qur’an terhadap ungkapan ummatan wasathan. Menurut mereka, maksud ungkapan ini adalah bahwa umat Islam adalah orang-orang yang mampu berlaku adil dan merupakan orang yang berperilaku baik.

Pengertian Moderasi Beragam Secara Istilah

Beragama itu menebar kedamaian, menebar kasih sayang, kapanpun dimanapun dan kepada siapapun. Beragama itu bukan untuk menyeragamkan keberagaman, tetapi untuk memahami berbagai keberagaman dengan penuh kearifan. Agama hadir ditengah-tengah kita agar harkat, derajat dan martabat kemanusiaan kita senantiasa terjamin dan terlindungi. Oleh karena itu, jangan gunakan agama sebagai alat untuk menegasi dan saling merendahkan dan meniadakan satu dengan yang lain

Jadi Moderasi beragama adalah cara pandang kita dalam beragama secara moderat, yakni memahami dan mengamalkan ajaran agama dengan tidak ekstrem, baik ekstrem kanan maupun ekstrem kiri. Ekstremisme, radikalisme, ujaran kebencian (hate speech), hingga retaknya hubungan antar umat beragama, merupakan problem yang dihadapi oleh bangsa Indonesia saat ini.

 Prinsip dan Karakteristik Moderasi Beragama

Prinsip dan karaterristik moderasi beragama dapa di lihat dalam uraian berikut sebagai berikut:

1. Tawassuth

Tawassuth adalah sikap netral berdasarkan prinsip hidup yang menjunjung tinggi nilai keadilan di tengah hidup bersama, baik ekstrim kiri maupun ekstrim kanan. Sikap ini disebut juga dengan sikap moderat (al-wasathiyyah). Dalam beberapa literatur disebutkan bahwa tawassuth/moderat berasal dari kata wasath yang artinya adil, baik, sedang, dan seimbang. Artinya, seorang muslim yang mengamalkan tawassuth akan menempatkan dirinya di tengah-tengah suatu perkara, baik ekstrim kanan maupun kiri. Mengutip buku Moderasi Islam Nusantara oleh H. Mohamad Hasan, M.Ag., terdapat lima alasan mengapa sikap tawassuth dianjurkan ada pada diri seorang Muslim, yaitu:

  1. Sikap tawassuth dianggap sebagai jalan tengah dalam menyelesaikan masalah, sehingga seorang muslim selalu memandang tawassuth sebagai sikap yang paling adil dalam memahami agama.
  2. Hakikat ajaran Islam adalah cinta kasih, maka seorang muslim yang tawassuth selalu mengutamakan perdamaian dan menghindari konflik.
  3. Ajaran Islam mendorong demokrasi untuk dijadikan alternatif dalam mewujudkan nilai-nilai kemanusiaan, sehingga umat Islam yang tawassuth selalu mengutamakan nilai kemanusiaan dan demokrasi.
  4. Islam melarang tindakan diskriminasi terhadap individu atau kelompok. Maka sudah sepatutnya seorang muslim yang mengamalkan tawassuth untuk selalu menjunjung tinggi kesetaraan.

Dari kelima alasan tersebut, seorang muslim seharusnya sudah memahami pentingnya sikap tawassuth dalam hidupnya. Tawassuth cocok diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat di antara manusia. Apalagi di era sekarang ini yang penuh dengan masalah intoleransi dan diskriminasi antar umat beragama. Contoh sikap tawassuth dalam kehidupan sehari-hari adalah tidak membeda-bedakan antar kelompok dalam berinteraksi dan berkomunikasi. Menjaga hubungan baik satu sama lain agar tidak terjadi konflik.

2. Tawazun (berkeseimbangan)

Tawazun adalah sikap yang mampu menyeimbangkan diri dalam memilih sesuatu sesuai dengan kebutuhan, tanpa bias atau bias terhadap sesuatu. Dalam konteks moderasi beragama, sikap ini sangat penting dalam kehidupan antarumat beragama, agar kita dapat seimbang dalam kehidupan dunia ini, tetapi kita juga dapat seimbang dalam kehidupan akhirat. Sikap tawazun sangat dibutuhkan oleh manusia agar tidak melakukan hal-hal yang berlebihan dan mengesampingkan hal-hal lain yang berhak untuk dipenuhi. Tawazun adalah kemampuan individu untuk menyeimbangkan kehidupannya dalam berbagai dimensi, sehingga tercipta kestabilan, kesehatan, keamanan dan kenyamanan. Sikap tawazun ini sangat penting dalam kehidupan seorang individu sebagai manusia. Oleh karena itu, sikap tawazun ini harus diterapkan dan diterapkan pada diri siswa: agar mereka dapat melakukan segala sesuatu secara seimbang dalam kehidupannya. Karena jika mengabaikan sikap tawazun dalam hidup ini, berbagai masalah akan lahir.

Pos Terkait:  Tradisi Bulan Suro Bagi Umat Islam di Jawa
3. I’tidal (lurus dan tegas)

Arti kata Itidal secara harfiah berarti lurus dan teguh, berarti meletakkan sesuatu pada tempatnya, menjalankan hak dan memenuhi kewajiban secara proporsional. Islam mengutamakan keadilan bagi semua pihak. Banyak ayat Al-Qur’an yang menunjukkan ajaran mulia ini, tanpa mengutamakan keadilan, nilai-nilai agama terasa kering dan tidak bermakna, karena keadilan merupakan ajaran agama yang secara langsung mempengaruhi kebutuhan hidup masyarakat. Tanpa itu, kemakmuran dan kesejahteraan hanya akan menjadi ilusi. Itidal sangat diperlukan dalam kehidupan, karena tanpa itu semua akan mengarah pada pemahaman Islam yang terlalu liberal atau radikal. Peran pendidik dalam memoderasi pendidikan Islam sangat diperlukan untuk pemahaman agama yang lurus, jujur dan kokoh. Contoh sikap I’udal dalam kehidupan sehari-hari adalah seseorang yang selalu mentaati aturan di masyarakat, sekolah dan keluarga siswa Seorang guru atau guru yang memberikan tugas dan nilai yang adil kepada semua siswa atau siswa.

4. Tasamuh (Toleran)

Tasamuh berasal dari bahasa Arab yang berarti toleransi. Menurut bahasa Tasamuh artinya toleransi, sedangkan menurut istilah saling menghormati dan menghargai antara manusia yang satu dengan manusia yang lain. Contoh tindakan tasamuh dalam kehidupan sehari-hari misalnya bersikap toleran dalam menerima segala perbedaan. Musawah (egalitarian dan non-diskriminatif)

Musawah berarti tidak membeda-bedakan orang lain karena perbedaan keyakinan atau agama, tradisi dan asal usul seseorang. Secara bahasa, musawah berarti persamaan atau persamaan. Artinya, tidak ada pihak yang merasa lebih unggul dari yang lain, sehingga mereka dapat memaksakan kehendaknya. Dalam urusan negara, penguasa tidak dapat memaksakan kehendaknya kepada rakyat, bersifat otoriter dan eksploitatif. Hal ini karena rakyat dan penguasa memiliki kedudukan dan hak yang sama yang harus dihormati. Dalam konteks umum, musawah dapat dikaitkan dengan kerukunan antarmasyarakat. Dengan adanya musawa, tidak akan terjadi diskriminasi antar masyarakat. Contoh tindakan musyawarah dalam kehidupan sehari-hari: Menghargai perbedaan suku, agama, ras, dan golongan yang ada di sekitar kita. Tidak memaksakan kehendak orang lain untuk mengikuti ajaran agama kita

5. Aulawiyah (mendahulukan yang prioritas)

Aulawiyah (menempatkan prioritas pada prioritas) adalah kemampuan untuk mengidentifikasi hal-hal yang lebih penting untuk dilaksanakan daripada yang kurang penting. Jika dalam kehidupan sehari-hari kita menjumpai bentrokan dalam beramal, misalnya untuk menentukan prioritas dalam beramal, kita tidak boleh hanya mengandalkan logika, nafsu, analisis fakta atau mengandalkan manfaat dan kerugian suatu perkara. Jika ada konflik dalam amal, bagaimana membuat skala prioritas? Jika boleh bertemu dengan sunnah, maka sunnah harus didahulukan, jika sunnah memenuhi yang wajib, maka yang wajib harus didahulukan, tetapi jika wajib untuk memenuhi kita harus melihat bentuk fardhu ain dan kifayah yang diambil. didahulukan, dan sebagainya. Misalnya dalam kehidupan sehari-hari sering kita jumpai konflik seperti: Uang kita terbatas, sedangkan kita juga punya keluarga yang harus kita dukung, di satu sisi kita punya hutang kepada orang yang harus dilunasi, mana yang harus diprioritaskan? Prioritas utama adalah menafkahi keluarga. Hidup harus dijalani.

6. Tahaddhur (berkeadaban)

Tahadhdhur (berkeadaban) yaitu menjunjung tinggi akhlakul karimah, karakter, identitas, dan integritas sebagai khairu ummah dalam kehidupan kemanusiaan dan peradaban. Manusia adalah makhluk sosial. Manusia tidak bisa hidup sendiri di dunia tanpa adanya orang lain disekitar. Berbuat baik serta tolong menolong menjadi suatu hal yang wajib dilakukan demi terciptanya hidup rukun dan damai antar sesama manusia. Tahaddhur dalam kehidupan bernegara dan berbangsa sangat dibutuhkan, karena dengan adanya sikap ini maka seluruh kegiatan tangan, kami dan mata kita akan dapat terjaga dengan baik.

Pos Terkait:  Pengertian Riba, Macam-Macam Riba, Dalil, Hukum dan Sejarahnya
7. Tathawwur wa Ibtikar (dinamis, kreatif, dan inovatif)

Tathawwur wa Ibtikar (dinamis dan inovatif) yang selalu terbuka untuk melakukan perubahan sesuai perkembangan zaman dan menciptakan hal-hal baru untuk kemaslahatan dan kemajuan umat manusia. Arti dari Tathawwur wa Ibtikar (dinamis dan inovatif) adalah: selalu terbuka untuk melakukan perubahan sesuai perkembangan zaman dan menciptakan hal-hal baru untuk kemaslahatan dan kemajuan umat manusia. Tathawwur wa Ibtikar (dinamis dan inovatif) dalam moderasi pendidikan Islam sangat diperlukan, karena merupakan strategi yang disusun sedemikian rupa untuk menjawab berbagai macam permasalahan dan kondisi kekinian yang harus dihadapi oleh setiap orang.

Moderasi Islam menjadi paham keagamaan Islam yang mengejawantahkan ajaran Islam yang sangat hakiki. Ajaran yang tidak hanya mementingkan hubungan baik dengan Tuhan, tetapi juga yang tidak kalah pentingnya adalah hubungan baik dengan seluruh manusia. Tidak hanya kepada saudara seiman tetapi juga saudara-saudara yang berbeda agama. (Kementerian Agama RI, 2015). Moderasi ini mengedepankan sikap keterbukaan terhadap perbedaan yang ada yang diyakini sebagai sunnatullah dan rahmat bagi manusia. Selain itu, moderasi Islam tercermin dalam sikap yang tidak mudah disalahkan, apalagi mengingkari orang atau kelompok yang berbeda pandangan. Moderasi Islam mengutamakan persaudaraan berdasarkan prinsip kemanusiaan, tidak hanya pada prinsip iman atau kebangsaan. Pemahaman seperti itu menemukan momentumnya di dunia Islam pada umumnya yang sedang dilanda krisis kemanusiaan dan di Indonesia pada khususnya, yang juga masih bercerita tentang sejumlah persoalan kemanusiaan akibat sikap beragama yang kurang moderat. Akibatnya, perkembangan hukum Islam menjadi dinamis dan sesuai dengan perkembangan zaman (Fahrudin, 2019).

Kesimpulan 

Moderasi beragama adalah cara pandang kita dalam beragama secara moderat, yakni memahami dan mengamalkan ajaran agama dengan tidak ekstrem, baik ekstrem kanan maupun ekstrem kiri. Ekstremisme, radikalisme, ujaran kebencian (hate speech), hingga retaknya hubungan antar umat beragama, merupakan problem yang dihadapi oleh bangsa Indonesia saat ini.

Moderasi beragama mengajarkan bagaimana cara pandang kita dalam kehidupan beragama yang baik dan benar, tidak ekstrem apalagi radikal. Moderasi beragama pun memberitahu kita sebagai seorang muslim untuk bertoleransi antar sesama umat beragama, tidak diskriminasi antar ras, suku, agama, juga mengajarkan bagaimana cara kita 

berpikir dinamis dan inovatif. Dalam menghadapi kemajemukan dan keberagaman masyarakat, senjata yang paling ampuh untuk mengatur agar tidak terjadi bentrokan dan radikalisme, adalah melalui pendidikan Islam yang moderat dan inklusif. Selain itu ajaran  Islam sebagai rahmatan lil alamin, rahmat bagi segenap alam semesta.

Islam Wasathiyah atau yang berarti “Islam Tengah” adalah suatu yang menjadi terwujudnya umat terbaik (khairu ummah). Allah SWT menjadikan umat Islam pertengahan (wasath) dalam segala urusan agama, seperti dalam hal kenabian, syariat dan lainnya.

Penulis: Titis Anggun Mutiani

Baca juga: ‘Am : Definisi ‘Am dan Lafadh-Lafadh ‘Am

Referensi:

  1. Quraish Shihab, “Wawasal Al-Qur’an”: Tafsir Tematik Atas Pelbagai Persoalan Umat, (Jakarta: PT Mizan Pustaka, 2013), h. 4.
  2. A Faiz Yunus, Radikalisme, “Liberalisme dan Terorisme:Pengaruhnya Terhadap Agama”, h. 82. Radikalisme merupakan paham atau aliran yang mengingikan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau drastis
  3. Muchlis M. Hanafi, “Moderasi Islam”, (Ciputat: Diterbitkan Oleh Ikatan Alumni Al-Azhar dan Pusat Studi Al-Qur’an, 2013), h. 1-2.
  4. Dzulqarnain M. Sanusi, “Antara Jihad Dan Terorisme”, (Makasar: Pustaka AsSunnah, 2011), h. 17.
  5. Zuhairi Miswari, Al-Qur’an Kitab Toleransi: Inklusivisme, Pluralisme, dan Multikulturalisme, (Jakarta: Fitrah, 2007), h. 59
  6. Nurul H.Maarif,” Islam Mengasihi Bukan Membenci” (Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2017), 143
  7. Karim, H. A. (2019). Implementasi Moderasi Pendidikan Islam Rahmatallil ‘Alamin dengan Nilal-Nilai Islam. Ri’ayah: Jurnal Sosial Dan Keagamaan, 4(01), 1
  8. Jurnal Diklat Keagamaan Vol. 13 No 2 Februari- Maret 2019